"Di negara China masyarakat menanam buah dan sayuran di lahan seluas 11 juta hektar sedangkan masyarakat RI hanya 850 ribu hektar. Masalah kita adalah kurang menanam buah dan sayur sehingga kita kalah dengan China," kata Kepala Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor Sobir saat berdiskusi dengan media di gedung HIPMI Jakarta, Selasa (23/04/2013).
Skala produksi yang kecil dengan kualitas yang minim menurutnya membuat Indonesia terjebak dengan membanjirnya komoditas hortikultura asal China. Padahal di satu sisi, beberapa produk hortikultura tersebut masih bisa diproduksi di dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, ia menginginkan adanya sebuah kebijakan yang merangsang masyarakat Indonesia untuk banyak menanam produk hortikultura. Di samping itu, perlu penanganan yang jauh lebih efektif dari para ahli hortikultura guna meningkatkan produksi produk hortikultura lokal.
"Dalam jangka panjang harus ada rangsangan masyarakat yang mempunyai lahan untuk menanam buah atau sayuran seperti contoh PTPN. Namun juga perlu ada sebuah kebijakan membuat produk unggul dengan kualitas yang sama. Ketika Indonesia itu sangat luas, 1 ahli saja tidak cukup untuk mengembangkan hortikultura di masing-masing daerah. Sedangkan di Australia setiap 50 hektar ada 5 ahli hortikultura di sana. Jadi ini yang kita perlukan," sahutnya.
(wij/ang)