Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat telah menerbitkan petunjuk teknis (juknis) kebijakan mengenai LCGC yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau.
Juknis tersebut merupakan turunan dari program mobil emisi karbon rendah atau low emission carbon (LEC) yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Sebanyak 60 Juta Pemilik Motor Ingin Punya Mobil
|
Selain itu sebanyak 60 juta pemilik kendaraan roda 2 (motor) mengidamkan kepemilikan kendaraan roda 4Β (mobil) dengan harga terjangkau serta hemat bahan bakar minyak sebagai alat transportasi untuk keperluan produktif dan keluarga.
2. Khawatir Perdagangan Bebas
|
Saat ini negara lain dalam regional FTA seperti Thailand, Malaysia, China, Jepang, dan Korea telah memproduksi mobil sejenis Low Cost and Green Car (LCGC). Sehingga apabila kita tidak memenuhi permintaan masyarakat dengan produk sejenis dari dalam negeri, maka akan terjadi banjir impor kendaraan jenis tersebut.
Demikian juga sebaliknya, peluang pasar bebas haruslah kita manfaatkan pula, sehingga produk otomotif yang dibuat di dalam negeri tersebut haruslah mampu di ekspor. Untuk dapat menembus pasar ekspor, maka kualitas minimum tertentu dari produk otomotif LCGC harus dipenuhi.
3. Ambisi Pemerintah Tekan Emisi Karbon
|
Saat ini rata-rata mobil berbahan bakar minyak mengkonsumsi 12 km/liter BBM, sedangkan LCGC ini disyaratkan untuk dapat mengkonsumsi 20 km/liter BBM, sehingga penghematan yang dicapai dalam konsumsi bahan bakar adalah 66 % per unit mobil.
Selain itu dengan berkurangnya BBM yang dibakar per km, maka emisi Karbon yang ditimbulkan juga akan lebih sedikit. Program ini tidak berlaku untuk semua kategori kendaraan. Program ini hanya berlaku bagi kapasitas mesin kelas 1000-1200 cc untuk bensin dan 1500 cc untuk diesel.
4. Membangun Industri Komponen Otomotif
|
Peserta program ini disyaratkan untuk manufaktur mobil di dalam negeri serta menggunakan komponen otomotif buatan dalam negeri. Dengan demikian Merek Otomotif yang mengikuti Program Low Cost Green Car (LCGC) ini tidak semata-mata diarahkan untuk membuat mobil dengan harga murah dan irit, namun lebih digiring membangun industri komponen otomotif dalam negeri dan meningkatkan kemandirian nasional dibidang teknologi otomotif, terutama teknologi engine, transmisi dan axle (Power Train). Dengan tetap mengedepankan kualitas dan keamanan produk, harga mobil ini dibatasi di tingkat produsen.
Dalam usaha untuk membangun kemandirian teknologi nasional, masing-masing pabrik mobil dipersyaratkan harus menggunakan komponen otomotif buatan dalam negeri. Untuk itu semua peserta program LCGC wajib membuat jadwal lokalisasi pembuatan komponen dalam negeri bagi lebih kurang 105 group komponen atau setara lebih kurang 10.000 komponen.
Dalam 5 tahun dipersyaratkan sekitar 80% komponen tersebut harus sudah dibuat di dalam negeri (kini masih 40%). Dengan lebih lengkap nya struktur industri komponen otomotif nasional, maka semakin besar peluang untuk mendukung dan menumbuh kembangkan industri perakitan mobil di dalam negeri, termasuk mobil merek original Indonesia (mobnas).
Β
5. Mengurangi Beban Konsumen
|
Dalam PP No.41 2013 disebutkan bahwa LCGC akan memperoleh potongan PPnBM yaitu dari semula 10% menjadi 0% bila memenuhi persyaratan konsumsi BBM dan pembuatan mobil serta komponen di dalam negeri tsb.
Ditetapkan juga harga off the road Rp 95 juta (Belum termasuk biaya balik nama, pajak kendaraan bermotor, dan pajak daerah lainnya) ditambah toleransi untuk penambahan teknologi transmisi otomatis 15%, dan toleransi untuk penambahan fitur safety 10% (airbag, Antilock Braking System, dll).
6. Mendorong Investasi dan Lapangan Kerja
|
Hal tersebut juga mendorong peningkatan kualitas tenaga kerja terampil seperti dalam bidang teknik otomotif dan material, manajemen produksi, dan jasa distribusi serta manajemen logistik.
Dampak positif lanjutan dari peningkatan kegiatan manufaktur ini adalah meningkatnya kegiatan ekonomi di daerah-daerah berupa terbentuknya usaha penyediaan stock komponen after sales service, jasa perbengkelan serta peningkatan Pajak Daerah yang merupakan suatu rangkaian kegiatan ekonomi yang saling terkait dan cukup besar.
Terlihat bahwa program LCGC ini mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor ekonomi lainnya di seluruh wilayah nusantara. Dampak penciptaan lapangan tenaga kerja baru yang langsung di sektor manufakturing adalah sekitar 30.000 orang.
Sedangkan penciptaan lapangan tenaga kerja baru di sektor distribusi mobil dan komponen, dealer dan pemasaran, workshop dan aftersales service diperkirakan 40.000 orang.
Program LCGC ini sifatnya nasional, sehingga distribusinya tidak dimaksudkan untuk kota-kota besar saja, melainkan untuk kota-kota seluruh nusantara yang masih memerlukan alat transportasi ini. Jumlah produksi mobil LCGC ini diperkirakan sekitar 10-15 % dari seluruh produksi mobil nasional. Dari 508 Kabupaten/Kota di seluruh nusantara, diperkirakan yang mengalami kemacetan saat ini sebanyak 50 Kabupaten/Kota, sedangkan lainnya relatif tidak macet.
Paralel dengan program ini diharapkan pembenahan transportasi publik oleh Pemda diharapkan tetap dijalankan untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas di kota, terutama kota-kota besar. Industri otomotif nasional sudah mampu memproduksi kendaraan komersial Mini Van, Bus, Truk, dan siap memasok kebutuhan Pemda dengan produk buatan dalam negeri.
Terlihat bahwa dari perbandingan jumlah penduduk dan GDP per capita, maka di Indonesia masih terbuka peluang yang luas untuk meningkatkan produksinya guna memenuhi permintaan masyarakat akan kendaraan roda empat. Bila peluang ini tidak diisi dengan produk dalam negeri, maka produk impor lah yang akan menguasai pasar dalam negeri.
Halaman 8 dari 7