Direktur Utama Perseroan Jastiro Abi mengatakan, saat ini pihaknya belum bisa menentukan kapan perseroan akan melunasi utang-utangnya tersebut. Bahkan, untuk proyeksi akhir tahun 2013 saja, pihaknya masih pesimistis bisa mencatatkan laba tahun ini. Perseroan akan fokus untuk membenahi kinerja perseroan terlebih dahulu.
"Industri ini memang pasti turun. Kondisi market seperti ini yang bisa dilakukan ya efisiensi beban biaya. Proyeksi akhir tahun nggak positif tapi lebih bagus, kerugian mudah-mudahan berkurang tapi belum tahu berapa, lihat kurs," ujar dia saat acara Public Expose Perseroan di Mega Plaza, Kuningan, Jakarta, Jumat (20/12/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengurangi utang berapa kita belum bisa sebut. Tapi mungkin opsinya bisa melakukan sales swap, rights issue, extend maturity (memperpanjang jatuh tempo), atau refinancing," terangnya.
Namun, kata dia, untuk pelunasan surat utang (obligasi) senilai US$ 380 juta, pihaknya tengah melancarkan cara dengan berkonsultasi dengan FTI Consulting.
"Kita sudah tunjuk FTI consulting untuk utang-utang kita dan sudah bicara dengan pemegang obligasi. Mereka melihat terlalu banyak opportunity di kita jadi istilahnya support untuk re-profile utangnya. Kita mau secepatnya, makin cepat makin baik," jelas Abi.
Perlu diketahui, perseroan mencatat rugi Rp 1,52 triliun hingga September 2013 atau bengkak 53% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 988,3 miliar.
Penyelenggara layanan telekomunikasi dengan brand Esia ini hanya mendapatkan pendapatan bersih sebesar Rp 1,596 triliun di triwulan III-2013 atau turun 10% dibandingkan posisi sama tahun lalu Rp 1,779 triliun.
Meski demikian, Bakrie Telecom berhasil menekan beban usaha hingga periode September, sehingga berhasil mendapatkan laba usaha sebesar Rp 100,7 miliar dibandingkan rugi usaha periode sama tahun lalu sebesar Rp 329,55 miliar.
Pemicu naiknya kerugian selain turunnya pendapatan dari operator pengusung teknologi CDMA ini, tak lain karena beban keuangan yang mencapai Rp 534,879 miliar dan rugi kurs sebesar Rp 1,298 triliun.
(drk/dnl)