Pajak Lamborghini Cs Tak Juga Naik, Anggota DPR: Ada yang Melobi Pemerintah

Pajak Lamborghini Cs Tak Juga Naik, Anggota DPR: Ada yang Melobi Pemerintah

- detikFinance
Rabu, 19 Mar 2014 11:22 WIB
Jakarta - Paket kebijakan ekonomi pemerintah jilid I seperti meredup saat ini. Kenaikan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk mobil mewah seperti Lamborghini dan Ferrari hingga 125% tak juga terealisasi. Ada apa?

Awalnya, rencana kenaikan PPnBM untuk mobil mewah ini bertujuan menahan laju impor, yang tahun lalu membuat neraca perdagangan Indonesia defisit dan membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS anjlok.

Proses penerbitan kenaikan PPnBM ini adalah melalui pembuatan rancangan oleh Kementerian Keuangan. Lalu rancanangan itu dilanjutkan ke Kementerian Perindustrian, Kementerian Hukum dan HAM, dan Sekretaris Negara. Baru kemudian ditandatangani oleh Presiden.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis menilai, ada unsur dari pemerintahan yang masih tidak setuju PPnBM mobil mewah naik. Sehingga proses terhenti dan aturan tidak kunjung diberlakukan.

"Aturan ini kan tidak hanya di satu kementerian. Kalau Kemenkeu sudah beres, kan ada kementerian lain. Jadi ada yang tidak setuju, makanya tidak terbit," ungkap Harry saat dihubungi detikFinance, Rabu (19/3/2014).

Harry juga menilai, ada kelompok berkepentingan yang akan merugi bila PPnBM mobil mewah naik. Karena menurut Harry, Indonesia adalah pasar kedua terbesar dunia dalam penjualan Lamborgini.

Jika aturan ini berlaku, maka harga mobil mewah akan semakin mahal dan pembelian akan ikut berkurang. Sehingga dimungkinkan beberapa pihak akan rugi.

"Ada kelompok kepentingan yang melobi pemerintah, sehingga pemerintah ragu-ragu kembali. Kelompok itu ya berkaitan dengan yang terkena PPnBM. Saya kira Indonesia sebagai pasar kedua terbesar untuk Lamborgini, wajar saja lobi itu dilakukan," sebutnya.

Menurut Harry, Komisi XI DPR akan memanggil pemerintah pada Mei mendatang, terkait evaluasi kebijakan yang sudah dilakukan sejak Agustus 2013.

"Kan kita waktu itu rapat bahwa kita itu terus tetap mengawasi. Kita berikan kesempatan ke pemerintah awalnya. Tapi kalau terlalu lambat kita akan panggil," ujar Harry

Sebelumnya, salah seorang pelaku di industri otomotif nasional mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah melakukan sosialisasi kenaikan PPnBM ke Agen Pemegang Merek (APM) pada tanggal 20 Januari lalu.

Lalu 30 Hari setelah sosialisasi (20 Februari), pemerintah akan meresmikan kenaikan PPnBM itu dan akan berlaku 30 hari setelah diundangkan perubahan atas Peraturan Pemerintah No 41 tahun 2013-nya.

Itu artinya, seharusnya pada 20 Maret ini seharusnya aturan PPnBM ini efektif berlaku. Namun hingga 18 Maret ini, belum ada satu pun pengumuman dari pemerintah. "Ini ada apa, apa karena mau pemilihan umum, maka peraturan PPnBM ini ditunda-tunda?," ujar pelaku pasar otomotif yang tidak menyebutkan namanya.

Padahal menurutnya, baik Menteri Keuangan Chatib Basri dan Menteri Perindustrian MS Hidayat sudah menyetujui kenaikan PPnBM. "Kenaikan PPnBM ini seperti ditahan-tahan, ada lobi pihak tertentu yang menahan kenaikan PPnBM," lanjutnya lagi.

Kenaikan PPnBM ini akan berlaku untuk mobil bermesin bensin 3.000 cc ke atas, mobil bermesin diesel 2.500 cc ke atas dan sepeda motor 500 cc ke atas. Kenaikannya tidak tanggung-tanggung, dari 75% menjadi 125%.

Sebelumnya kenaikan PPnBM dianggap tidak fair karena karena porsi mobil CBU yang sedikit. Bayangkan saja, penjualan mobil CBU hanya mencapai 6.000-7.000 unit per tahun, kurang dari 1 persen dari total penjualan mobil nasional.

"Mobil CBU 6.000-7.500 (di atas 3.000 cc) per tahun atau hanya sekitar 1 persen. Sedangkan pemerintah ingin mengurangi stimulan impor sehingga surplus bisa kembali ke positif dengan menaikkan PPnBM. Tapi itu tidak benar. Kalau boleh saya katakan masih banyak kebijakan lain dibanding menaikkan PPnBM," kata Ketua Umum Asosiasi Importir Kendaraan Bermotor Indonesia (AIKI) Tommy R. Dwiandana.

Tommy menyarankan pemerintah untuk berlaku arif kepada para importir mobil CBU di Indonesia.

Apalagi jika melihat mobil impor yang paling banyak beredar di Indonesia justru mobil dengan kapasitas mesin di bawah 2.000 cc.

"Pemerintah sebaiknya tidak membuat PPnBM pada sektor yang jumlah per tahunnya tidak signifikan," papar Tommy.

(mkl/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads