Pendapatan bunga dari mata uang rupiah Bank Mutiara hanya naik tipis di akhir 2013, yaitu dari Rp 1,24 triliun menjadi Rp 1,25 triliun. Naiknya pendapatan ini tidak sebanding dengan lonjakan beban bunga yang mencapai Rp 1 triliun dari sebelumnya hanya Rp 841 miliar.
Sehingga pendapatan bunga bersih Bank Mutiara menjadi hanya Rp 258 miliar dibandingkan posisi tahun sebelumnya Rp 441,7 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alhasil beban operasional selain bunga bersih langsung bengkak menjadi Rp 1,412 triliun di akhir 2013, dari sebelumnya hanya Rp 309 miliar. Hal ini membuat kerugian Bank Mutiara pun menjadi Rp 1,1 triliun.
Kerugian ini lenyap hanya dalam tiga bulan, bank yang dulu bernama Bank Century itu meraup laba Rp 12,1 miliar di akhir triwulan I-2014. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya laba ini turun, yaitu dari Rp 18,6 miliar.
Bank Mutiara bisa mengurangi berbagai pos beban sehingga menekan kerugian dan menghasilkan laba. Manajemen Bank Mutiara juga sudah melakukan restrukturisasi sejumlah kredit bermasalah peninggalan manajemen lama Bank Century.
Hasil restrukturisasi kredit bermasalah yang diperoleh pada triwulan I-2014 mencapai Rp 135,8 miliar, yang dicatat sebagai pendapatan dan memberi kontribusi terhadap laba.
Proses restrukturisasi di sejumlah kredit bermasalah Bank Mutiara ini dilakukan melalui berbagai upaya, seperti debitur membayar cicilan sebagian utang, penjualan AYDA, serta penagihan para debitur yang hapus buku.
Nilai pembayaran utang yang dilakukan para debitur mencapai Rp 131,5 miliar atau 12,9% dari total kredit bermasalah sebesar Rp 1,015 triliun yang membebani perseroan akhir tahun lalu.
Sejumlah debitur peninggalan eks Legacy Bank Century yang melakukan pembayaran cicilannya seperti: Selalang Prima International, Polymer Spectrum Sentosa, Trio Irama, Akasia Prima dan Cahaya Adiputra Sentosa, dengan total pembayaran sebesar Rp 110,7 miliar. Sedangkan sisanya yaitu sebesar Rp 20,8 miliar berasal dari debitur ritel.
Penerimaan lainnya berasal dari penjualan AYDA sebesar Rp 2,2 miliar dan hasil penagihan dari debitur hapus buku sebesar Rp 2,1 miliar. Total penerimaan dari penyelesaian kredit bermasalah sampai dengan triwulan I-2014 sebesar Rp 135,8 miliar. Keberhasilan tersebut mendorong peningkatan kinerja perusahaan yang tercermin pada perolehan laba triwulan I-2014 sebesar Rp 12,1 miliar.
Kendati demikian, masih ada sejumlah debitur lain peninggalan eks Bank Century yang belum beritikad baik membayar kewajibannya. Sejumlah perusahaan tersebut di antaranya Tranka Kabel, Catur Karya Manungal, Sentra Ideologis, Millienium Anugerah Sakti, serta Enerindo Resources.
PT Tranka Kabel saat ini sedang menghadapi proses kepailitan. Bank Mutiara telah menjadi kreditur separatis (kreditur yang memegang hak jaminan kebendaan atas piutang) yang diharapkan akan mendapatkan haknya setelah proses hukum tersebut selesai dengan tingkat pengembalian kredit yang optimal.
Khusus Enerindo Resources yang menurut data Bank Mutiara kepemilikannya secara tertulis dan visual dimiliki oleh Alvin (60%), Welliem Pattiapon (40%/ Direktur) dan Abubakar Sidik Talaohu (Komisaris), yang kepemilikannya tidak terkait dengan Robert Tantular, sampai saat ini belum menunjukkan itikad untuk membayar kredit macetnya. Perusahaan ini dinilai tidak kooperatif dan karenanya Bank Mutiara akan melakukan proses pailit.
Pengucuran kredit ke PT Enerindo Resources dilakukan manajemen lama dengan tidak proper, karena tidak dilengkapi dengan jaminan berupa fixed asset. Sebagian besar jaminan yang diberikan berupa non-fixed asset, terdiri dari persediaan barang, piutang, dan personal guarantee atas nama Vishwa Sundaram dan Rofik Suhud.
“Keberhasilan penyelesaian restrukturisasi kredit sejumlah debitur bermasalah ini merupakan bukti komitmen dan keseriusan manajemen dalam meningkatkan kesehatan dan kinerja Bank Mutiara, untuk mendukung program divestasi yang tengah dilakukan pemegang saham yaitu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),” ucap Corporate Secretary Bank Mutiara Rohan Hafas dalam siaran pers, Selasa (15/4/2014).
Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) pada triwulan I-2014, sebesar 3,6%. Begitu pula rasio kecukupan modal (CAR) perseroan sebesar 14,06%, telah sesuai dengan ketentuan regulator industri perbankan Indonesia.
(ang/dnl)