Anggaran Pertanian RI Cuma di Bawah 5% dari APBN, AS Capai 20%

Anggaran Pertanian RI Cuma di Bawah 5% dari APBN, AS Capai 20%

- detikFinance
Jumat, 12 Sep 2014 18:46 WIB
Jakarta - Keberpihakan pemerintah terhadap sektor pertanian dianggap masih lemah terutama dari porsi anggaran di APBN. Pemerintah ke depan diminta lebih meningkatkan keberpihakan agar dapat dicapai ketahanan pangan.

Masalah ini menjadi pembahasan dalam Focus Group Discussion bertajuk "Membedah Ketahanan Pangan Indonesia" yang diselenggarakan oleh DPP PKB di kantornya, Jumat (12/8/2014).

Hadir Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, Praktisi pertanian Hadi Surya, Arief Daryanto selaku Pakar Pertanian IPB dan HS. Dillon sebagai Pemerhati Pertanian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam paparannya, Arief Daryanto menyebutkan, anggaran untuk sektor pertanian hanya sebesar Rp 15,82 triliun atau hanya sekitar 4% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015, dinilai terlalu kecil untuk pengembangan pertanian Indonesia.

"Harus saya katakan saya kecewa. Karena Politik anggaran dalam APBN untuk pertanian kurang dari 5%," kata Arief.

Menurutnya anggaran pertanian Indonesia sangat kecil, padahal di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, anggaran pertaniannya begitu besar mencapai 20%-40% dari APBN.

Dengan anggaran yang kecil tersebut, maka pengembangan sektor pertanian sangat sulit dilakukan. Akibatnya, cita-cita menciptakan ketahanan pangan di Tanah Air akan sulit dilakukan.

"Bagaimana alokasi yang kurang dari 5% itu bisa berbuat banyak," katanya.

Ia menambahkan, harusnya pemerintah dapat lebih meningkatkan keberpihakannya untuk mendongkrak pertumbuhan sektor pertanian.

Keberpihakan tersebut bukan hanya dari sisi dukungan pendanaan yang tercermin dari alokasi dalam APBN, tatapi juga keberpihakan dalam hal penyediaan akses dan kebijakan di sektor pertanian.

"Tanah pertanian kita itu juga terus menurun. Saya mengharapkan agar pemerintah dapat memudahkan akses petani terhadap lahan pertanian. Karena saat ini pertambahan lahan pertanian baru kalah cepat dengan pertambahan lagan pertanian yang beralih fungsi," pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Henry Saragih menambahkan, untuk mewujudkan sektor pertanian yang mandiri di Indonesia, maka ada langkah-langkah yang harus ditempuh Pemerintah baru yang dipimpin Presiden Terpilih Joko Widodo dan Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla.

"Langkah-langkah tersebut kami rumuskan dalam usulan program sesuai Visi Misi Jokowi di bidang pertanian untuk dijalankan dalam lima tahun ke depan," ujar Henry.

Salah satu usulan yang disampaikan adalah dengan mendorong swasembada 6 komoditi pertanian meliputi Padi, Jagung, Kedelai, Gula, Daging dan Garam.

"Agar swasembada dapat tercapai Indonesia harus mengejar tambahan produksi padi menjadi 80 juta ton per tahun, jagung 30 juta ton pertahun, kedelai 2,7 juta ton, gula 3,5 juta ton, daging 0,75 juta ton dan 1,7 juta ton garam," papar dia.

Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan mencegah terjadinya konversi lahan pertanian yang lebih besar.

Saat ini, banyak lahan pertanian di berbagai tempat yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman, pabrik dan peruntukan lain non pertanian.

"Jadi memang perlu ada campur tangan pemerintah untuk menghentikan konversi lahan produktif pertanian pangan untuk usaha lain seperti industri, perumahan dan pertambangan," katanya.

Bila pemerintah dapat menjalankan usulan ini dengan konsisten, maka bukan tidak mungkin taraf hidup petani desa yang selama ini dianggap miskin akan menjadi sejahtera lantaran sektor usaha yang mereka geluti semakin kompetitif dan memiliki daya saing.

"Bisa dicapai penurunan tingkat kemiskinan pedesaan secara nasional hingga menjadi 9 juta jiwa di tahun 2019," pungkasnya.

Data BPS, jumlah penduduk miskin Indonesi hingga Maret 2014 tercatat sebanyak 28,28 juta jiwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

(hen/hen)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads