Masril Koto, Pria Tak Lulus SD yang Sukses Dirikan Bank Petani

Masril Koto, Pria Tak Lulus SD yang Sukses Dirikan Bank Petani

- detikFinance
Senin, 22 Sep 2014 07:44 WIB
Masril Koto, Pria Tak Lulus SD yang Sukses Dirikan Bank Petani
Jakarta - Wacana pembentukan bank khusus pertanian muncul dalam beberapa waktu terakhir. Dengan tujuan adanya pengelolaan dana khusus yang mampu mendorong sektor ini tumbuh pesat.

Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) menangkap wacana tersebut dengan tepat. Lembaga keuangan ini pun masuk dalam rencana prioritasnya dan pernah disampaikan saat kampanye.

Di tengah wacana tersebut, ternyata keberadaan lembaga keuangan yang dimaksud sudah ada di Indonesia. Adalah Masril Koto sebagai pendiri bank petani di Batusangkar, Sumatera Barat. Didirikan dejak 2008 dan sudah memiliki ribuan pemegang saham.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyak cerita menarik dari Masril. Mulai dari pendidikannya, kondisi awal saat merintis bank petani, menerapkan konsep simpan pinjam, hingga cara unit mengatasi kredit macet.

Berikut rangkuman detikFinance, Senin (22/9/2014) seputar Masril dan Bank Petani:

Masril Tak Lulus SD

Masril Koto adalah pria yang hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 4 Sekolah Dasar (SD).

"Saya cuma orang yang tak lulus SD, cuma sampai kelas 4," ujarnya.

Masril berasal dari keluarga petani dengan kepemilikan lahan yang tidak cukup luas. Ilmu yang didapatnya hanya berasal dari diskusi, pengamatan dan mencari berbagai referensi dari berbagai sumber lainnya.

Kecewa dengan Bank dan KUR

Hadirnya bank petani, menurut Masril karena kekecewaan atas bank BUMN yang menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Para petani dengan segala keterbatasannya tidak cukup mampu mencukupi berbagai persyaratan dari bank.

"Jadi sebenarnya kecewa. Karena kalau mau ngajukan KUR sama kayak bikin sertifikat prosesnya. Tahu saja orang di sana itu tak punya sertifikat. Lahannya cuma 0,5 hektar," katanya.

Bank petani dibangun berdasarkan azas kekeluargaan. Saham bank dimiliki oleh orang tua, sementara pekerja adalah anaknya. Berjalan selama lima tahun, sudah ada 850 bank petani dan 1.500 tenaga kerja.

Kelola Dana Rp 250 miliar

Sejak dibentuk 2008, 'Bank' Petani sudah berhasil mengelola dana petani Rp 250 miliar. 'Bank' yang masuk kategori Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ini masih beroperasi di Sumatera Barat (Sumbar) dan sekitarnya.

"Dana yang sudah kita kumpulkan dan kita kelola itu sekarang Rp 250 miliar," terang Masril

Dana tersebut berasal 850 bank petani yang tersebar di berbagai desa di wilayah Sumatera Barat. Tenaga kerja yang dihimpun sudah mencapai 1.500 orang.

"Kita sudah ada 850 lembaga bank petani, nilai memang kecil-kecil, tapi kalau disatukan jadi banyak," kata pria kelahiran 13 Mei 1974 ini.

Sumber dana yaitu saham, tabungan dan pinjaman dana. Saham itu adalah modal awal yang dimili dari beberapa keluarga. Modal ini pun hanya berkisar satu lembar saham atau Rp 100.000 per keluarga

Kemudian adalah tabungan, produk yang dikeluarkan pun beragam. Sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat setempat seperti tabungan ibu hamil, pendidikan, sosial dan lainnya.

Sedia Tabungan Khusus iPad untuk Anak Petani

Bank ini, tidak hanya melayani para petani untuk mengembangkan usaha namun juga untuk kebutuhan lainnya seperti anak-anak petani. Salah satunya adalah produk tabungan untuk kepimilikan komputer tablet seperti iPad. Target sasaran adalah anak-anak para petani agar bisa melek teknologi.

"Kita namakan ini sebagai tabungan kepemilikan iPad," imbuh Masril

Menurut Masril, hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kebutuhan anak-anak. Saat ini kecenderungannya, dengan lokasi yang jauh dari kota, sangat sulit tersentuh teknologi canggih seperti iPad.

"Biar kalau mereka ke kota itu melihat iPad bukan hal aneh," katanya.

Nunggak Utang di Bank Ini, Nama Satu Keluarga Diumumkan di Masjid

Bank petani menerapkan cara yang unik untuk mengantisipasi risiko kredit macet. Yaitu penerapan sanksi sosial terhadap petani yang tidak membayar utang. Masril menyebutkan, pihaknya akan mengumumkan nama debitur pada masjid atau mushalla. Tidak hanya debitur, tapi nama satu keluarganya.

"Bagi siapa yang tidak membayar, itu diumumkan di mesjid. Disebutkan satu keluarga," ujarnya.

Menurutnya hal tersebut sangat efektif dilakukan., Karena, kata Masril, utang bagi masyarakat di wilayah Sumatera Barat (Sumbar) adalah harga diri. Apalagi itu dikaitkan dengan satu keluarga.

"Bagi orang Minang itu adalah soal harga diri. Makanya sampai sekarang tak ada yang telat bayar," jelasnya.

Ingin Beli Pesawat Buat Jualan

Keinginannya untuk mengembangkan sektor pertanian juga tidak hanya sampai mengelola LPM-nya. Masril ingin membeli pesawat terbang untuk kebutuhan distribusi hasil pertanian ke luar negeri.

"Saya berkeinginan nanti membeli pesawat untuk Bank Petani," ungkap Masril

Target sasarannya adalah pasar Singapura. Pesawat diperlukan untuk membawa hasil pertanian agar tetap segar dijual. Harganya pun juga pasti lebih tinggi.

"Biar segar, dan harganya masih bisa tinggi," terangnya.

Dengan memperluas jalur pemasaran, menurut Masril akan mampu membantu kesejahteraan petani di Sumatera Barat. Ia menegaskan para petani dan dirinya hanya mengandalkan bantuan pemerintah.
Halaman 2 dari 7
(mkl/ang)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads