Dolar AS Nyaris Rp 13.500, Bikin Industri Makin Prihatin

Dolar AS Nyaris Rp 13.500, Bikin Industri Makin Prihatin

Yudhistira_detik - detikFinance
Rabu, 29 Jul 2015 11:19 WIB
Dolar AS Nyaris Rp 13.500, Bikin Industri Makin Prihatin
Jakarta - Dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang nyaris Rp 13.500 merupakan sebuah kondisi yang memprihatinkan. Apalagi Indonesia hingga kini masih bergantung dari barang impor untuk industri manufaktur.

Hal tersebut dikatakan oleh Deputi TIEM (Teknologi, Informasi, Energi, dan Material) Hammam Riza di Gedung BPPT 2, Jl.MH.Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2015).

"Nilai tukar rupiah yang nyaris Rp 13.500 terhadap dolar AS merupakan sebuah kondisi yang memprihatinkan. Apalagi Indonesia hingga kini masih bergantung pada barang impor untuk industri manufaktur dengan biaya yang tinggi," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Maka dari itu, dampak tersebut berimbas langsung kepada industri otomotif yang merupakan salah satu pemasok dari kelompok industri manufaktur di mana total market kendaraan periode Januari hingga Mei menurun jadi 83% dibanding tahun lalu," lanjutnya.

Hammam menambahkan bahwa saat ini Indonesia merupakan negara pemasok karet alam terbesar ke-2 ke pasar dunia yang total produksinya mencapai 3,1 juta ton. Sehingga Indonesia berkontribusi pada devisa senilai US$ 4,7 miliar pada tahun 2014.

"Indonesia itu saat ini menjadi negara pemasok karet alam terbesar ke-2 ke pasar dunia dengan total produksi karet alam sebesar 3,1 juta ton. Serta kontribusi devisanya senilai US$ 4,7 miliar di tahun 2014," jelasnya.

Sehingga, Hammam menegaskan bahwa kondisi industri manufaktur berbasis material karet tersebut belum menunjukkan tren positif yang menggembirakan. Indonesia saat ini masih diserbu oleh produk China apalagi setelah diberlakukannya zona dagang bebas China-ASEAN.

"Jadi saat ini kondisi dari industri manufaktur yang berbasis material karet tersebut belum terlalu menggembirakan atau belum menunjukkan tren positif. Apalagi setelah diberlakukannya zona dagang bebas China-ASEAN, barang-barang atau produk-produk China makin menyerbu Indonesia," tutupnya.

(yds/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads