Hal tersebut dikatakan oleh Deputi TIEM (Teknologi, Informasi, Energi, dan Material) Hammam Riza di Gedung BPPT 2, Jl.MH.Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2015).
"Nilai tukar rupiah yang nyaris Rp 13.500 terhadap dolar AS merupakan sebuah kondisi yang memprihatinkan. Apalagi Indonesia hingga kini masih bergantung pada barang impor untuk industri manufaktur dengan biaya yang tinggi," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hammam menambahkan bahwa saat ini Indonesia merupakan negara pemasok karet alam terbesar ke-2 ke pasar dunia yang total produksinya mencapai 3,1 juta ton. Sehingga Indonesia berkontribusi pada devisa senilai US$ 4,7 miliar pada tahun 2014.
"Indonesia itu saat ini menjadi negara pemasok karet alam terbesar ke-2 ke pasar dunia dengan total produksi karet alam sebesar 3,1 juta ton. Serta kontribusi devisanya senilai US$ 4,7 miliar di tahun 2014," jelasnya.
Sehingga, Hammam menegaskan bahwa kondisi industri manufaktur berbasis material karet tersebut belum menunjukkan tren positif yang menggembirakan. Indonesia saat ini masih diserbu oleh produk China apalagi setelah diberlakukannya zona dagang bebas China-ASEAN.
"Jadi saat ini kondisi dari industri manufaktur yang berbasis material karet tersebut belum terlalu menggembirakan atau belum menunjukkan tren positif. Apalagi setelah diberlakukannya zona dagang bebas China-ASEAN, barang-barang atau produk-produk China makin menyerbu Indonesia," tutupnya.
(yds/ang)











































