Ini Bahayanya Mantan Pejabat Jadi Komisaris Perusahaan Tambang Asing

Ini Bahayanya Mantan Pejabat Jadi Komisaris Perusahaan Tambang Asing

Muhammad Idris - detikFinance
Kamis, 06 Agu 2015 19:29 WIB
Jakarta - Sejak awal 2014 lalu, pemerintah Indonesia sudah melarang ekspor tambang mentah sesuai dengan Undang-Undang No.4 Tahun 2009. Penolakan justru datang kuat dari pihak 'dalam negeri' dibandingkan asing.

Menurut Syamsu Daliend, Kepala Subdirektorat Pengawasan Produksi, Operasi, dan Pemasaran Mineral Kementerian ESDM, tekanan dari 'dalam negeri' ini datang dari mantan pejabat pemerintah yang pensiun dan bekerja jadi komisaris di perusahaan tambang swasta asing.

"Saat kami larang ekspor ore (bijih/tambang mentah), tekanan dari dalam malah lebih kuat daripada dari luar. Harus ada PP (peraturan pemerintah) yang mengatur pejabat pemerintah setelah pensiun, PP itu harus atur kalau mantan pejabat strategis, jangan jabat di mana-mana setelah pensiun," kata Syamsu, dalam diskusi soal smelter, di Hotel Atlet Century, Jakarta, Kamis (6/8/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan, para mantan pejabat ini memegang data-data penting di sektor pertambangan yang bisa digunakan oleh perusahaan tambang swasta.

"Makanya saat ore dilarang dia teriak-teriak. Kayak kemarin ada mantan dirjen di Kemenkeu setelah pensiun dia jadi komisaris di perusahaan asing, ini tidak boleh," jelas Syamsu.

Soal larangan ekspor tambang mentah ini, Syamsu juga mengatakan, pemerintah harus mengawal praktik tambang oleh BUMN.

"Jangan hanya semangatnya semua-semua diserahkan ke BUMN, Memang BUMN kita sendiri, kaya Aneka Tambang contohnya, dia punya konsesi di mana-mana, di Sulawesi punya, di Halmahera juga punya, tapi justru dia pengekspor ore nikel itu juga justru paling besar. Harus benerin BUMN kita dulu dari dalam, sebelum ada semangat nasionalisme tadi soal tambang diberikan ke BUMN," papar Syamsu.

(dnl/hen)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads