Menurut Syamsu Daliend, Kepala Subdirektorat Pengawasan Produksi, Operasi, dan Pemasaran Mineral Kementerian ESDM, tekanan dari 'dalam negeri' ini datang dari mantan pejabat pemerintah yang pensiun dan bekerja jadi komisaris di perusahaan tambang swasta asing.
"Saat kami larang ekspor ore (bijih/tambang mentah), tekanan dari dalam malah lebih kuat daripada dari luar. Harus ada PP (peraturan pemerintah) yang mengatur pejabat pemerintah setelah pensiun, PP itu harus atur kalau mantan pejabat strategis, jangan jabat di mana-mana setelah pensiun," kata Syamsu, dalam diskusi soal smelter, di Hotel Atlet Century, Jakarta, Kamis (6/8/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya saat ore dilarang dia teriak-teriak. Kayak kemarin ada mantan dirjen di Kemenkeu setelah pensiun dia jadi komisaris di perusahaan asing, ini tidak boleh," jelas Syamsu.
Soal larangan ekspor tambang mentah ini, Syamsu juga mengatakan, pemerintah harus mengawal praktik tambang oleh BUMN.
"Jangan hanya semangatnya semua-semua diserahkan ke BUMN, Memang BUMN kita sendiri, kaya Aneka Tambang contohnya, dia punya konsesi di mana-mana, di Sulawesi punya, di Halmahera juga punya, tapi justru dia pengekspor ore nikel itu juga justru paling besar. Harus benerin BUMN kita dulu dari dalam, sebelum ada semangat nasionalisme tadi soal tambang diberikan ke BUMN," papar Syamsu.
(dnl/hen)