Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan menegaskan proyek kereta cepat tak boleh pakai Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN). Ia menegaskan proyek-proyek yang pakai APBN harus difokuskan pada pembangunan kereta di luar Pulau Jawa.
"Harus pakai swasta, tidak boleh pakai APBN. Saya stempelnya itu," tegas Jonan di Kantor Presiden, Komplek Istana, Jakarta, Rabu (2/9/2015)
Jonan mengatakan, yang lebih tahu soal kesiapan proyek kereta cepat adalah Menko Perekonomian Darmin Nasution. Pihaknya selaku regulator perhubungan akan membantu dari sisi perizinan seperti trase atau jalur hingga soal standar keselamatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya Jonan mengaku belum pernah ikut rapat soal pembahasan kereta cepat. Saat ini proyek kerta cepat yang diprakarsai China dan Jepang sudah masuk tahap penilaian akhir oleh tim penilai pemerintah di bawah Darmin Nasution. Pemerintah juga menyewa konsulan dari AS untuk memberikan opini soal tawaran China dan Jepang dalam kereta cepat.
Proposal kereta cepat yang dikembangkan China CRH380A membutuhkan investasi US$ 5,585 miliar atau sekitar Rp 78 triliun (1 dolar = Rp 14.000), sedangkan untuk jenis Shinkansen E5 butuh US$ 6,223 miliar atau sekitar Rp 87 triliun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengatakan, biaya pembangunan kereta cepat ini tak menggunakan uang APBN. "Begini ya, kereta cepat itu tidak memakai uang APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dari investasi (investor)," kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Skema pembiayaan yang ditawarkan Jepang dan China memang berbeda. Tawaran China cenderung tak melibatkan anggaran APBN secara langsung karena melibatkan BUMN, namun BUMN meminta Penyertaan Modal Negara (PMN) salah satunya untuk kereta cepat. Sedangkan dalam skema yang ditawarkan Jepang, ada peluang masuknya pembiayaan langsung yang berasal dari pemerintah atau APBN.
(hen/rrd)











































