Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, perbedaan data jumlah PHK yang dirilis berbagai lembaga karena perbedaan definisi PHK oleh masing-masing pihak.
"Ada perbedaan data pengangguran. PHK katanya tinggi, kalau soal data unemployment beda, itu karena ada PHK, tapi tidak benar-benar PHK. Kalau PHK kan sifatnya benar-benar putus karyawan dan perusahaan," kata Bambang dalam diskusi Ketahanan Ekonomi Indonesia di Sekretariat Merah Putih, Jalan Cik Ditiro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/9/2015).
Menurut Bambang, selama ini banyak lembaga yang memasukan karyawan yang sebenarnya berhenti sementara, atau hanya pengurangan jam kerja oleh perusahaan, namun digolongkan statusnya sebagai PHK.
"Ada perusahaan sifatnya hanya pengurangan jam kerja dan merumahkan karyawan sementara. Dalam term, itu masih karyawan. Perusahaan sengaja melakukan itu, kalau di-PHK kan mau tidak mau perusahaan bayar pesangon. Sangat wajar ada beda-beda data," terang Bambang.
Bambang menuturkan, pihaknya hanya memakai data PHK yang dirilis Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker). Karena, perhitungan Kemenaker selalu didasarkan pada jumlah perusahaan yang telah benar-benar membayar pesangon.
"Selama ini ada banyak sumber data pengangguran, kalau kami selalu pakai dari Kemenaker. Karena mereka mendata semua perusahaan yang PHK. Kan harus cek perusahaan mana saja yang sudah bayar pesangon," tambah Bambang.
Hingga 25 Agustus tahun ini, Kemenaker mencatat sudah ada 26.000 karyawan yang terkena PHK di Indonesia. Sementara, sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menyebut, sudah ada 30.000 pekerja yang terkena PHK akibat lesunya ekonomi tahun ini.
(ang/ang)