Pihak PT Pertamina (Persero), selaku BUMN yang menjual BBM premium dan solar memberikan penjelasan.
"Harga minyak yang disebutkan (di bawah US$ 50 per barel) adalah harga minyak mentah. Ini berbeda dengan perhitungan harga BBM di Indonesia yakni menggunakan harga produk BBM," kata Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang kepada detikFinance, Jumat (18/9/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beda harga antara minyak mentah dengan harga produk BBM berkisar di angka US$ 12-18 per barel," ungkap Bambang.
Ia menambahkan, belum tentu ketika harga minyak mentah turun, harga produk BBM di pasar dunia langsung turun.
"Tidak selalu. Karena tetap hukum ekonomi berlaku yaitu supply-demand, kalau demand produk masih tinggi ya belum turun," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR, Kardaya Warnika mempersoalkan harga BBM di Indonesia belum turun, padahal harga minyak dunia saat ini anjlok.
"Kami meminta harga BBM itu turun," kata Kardaya Warnika kemarin.
Kardaya mengatakan, turunnya harga minyak dunia saat ini menjadi alasan kuat pihaknya mendesak agar pemerintah menurunkan harga BBM. Apalagi berdasarkan asumsi APBN harga minyak ditetapkan sekitar US$ 60 per barel, sementara harga minyak dunia saat ini berkisar US$ 40-45 per barel.
"Jadi harga minyak turun sekitar 27% dari asumsi yang disepakati. Jadi kita juga sadar dan tahu itu dihitung pada asumsi kurs dolar Rp 12.500-Rp 13.000. Jadi rupiah melemah, tapi melemahnya 12-13% sedangkan minyak melemah 27%. Jadi harga BBM logikanya harus turun," jelasnya.
Terkait alasan pemerintah masih menahan harga BBM tidak diturunkan, karena PT Pertamina (Persero) masih menderita kerugian triliunan rupiah, menurutnya, itu masalah Pertamina sebagai BUMN. Bila rugi karena harus menjalankan tugas menyalurkan BBM bisa meminta ganti rugi kepada negara atau Kementerian Keuangan.
(rrd/hen)