Petani cukup membayar premi sebesar Rp 30.000/hektar dan akan mendapatkan pertanggungan sebesar Rp 6 juta/hektar apabila gagal panen. Meski demikian, tak semua petani mendapat fasilitas tersebut.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2 OJK, Dumoli Pardede mengungkapkan, asuransi pertanian yang digulirkan tahun ini hanya berlaku untuk petani padi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Dumoli, pemberian perlindungan asuransi hanya untuk petani padi ditetapkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Dirinya tak mengetahui persis alasan hanya memberikan asuransi pada petani padi.
OJK, kata Dumoli, sudah mengusulkan semua petani bisa diberikan asuransi jika gagal panen. Karena, semua petani memiliki potensi risiko yang sama dan perlu dibantu.
"Harusnya rakyat kita kan nggak boleh dibeda-bedakan. Ada yang hidup di sawah (padi), ada yang dari tomat, cabai, kunyit, tidak boleh dong (dibedakan). Harusnya semua petani di-cover, karena kalau angin kencang cabai juga gugur, tomat juga hilang. Tidak hanya padi kan yang gagal," ujar Dumoli.
Selain mensyaratkan harus petani padi, lanjut Dumoli, asuransi pertanian hanya berlaku untuk petani yang tergabung dalam kelompok tani. "Yah harus kelompok tani, kalau sendiri tak bisa," katanya.
Sebagai informasi, pada tahap awal, pemerintah telah mengalokasikan dana premi Rp 150 miliar yang bisa mengcover kurang lebih 1 juta hektar lahan pertanian di tahun 2015.
Premi per hektar sebesar Rp 180.000 dibayarkan sebesar Rp 150.000 oleh pemerintah dan Rp 30.000 dibayar petani per hektarnya. Untuk pertanggungan sebesar Rp 6 juta (biaya per tanam per hektar).
(drk/wdl)