Sofyan mengatakan, penggunaan alokasi dana pembangunan desa yang tidak tepat sasaran akibat data indikator perkembangan desa yang saat ini belum akurat.
"Desa datanya kadang diambil BPS (Badan Pusat Statistik) hanya 2 sampel. Seperti batas-batas dan klasifikasi desa kadang tidak diperhatikan, sasarannya kurang tepat," kata Sofyan, di acara Launching Indeks Pembangunan Desa 2014, di kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (20/10/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang banyak SD Inpres tidak ada muridnya karena banyak sekolah. Apalagi 60% penduduk desa mulai kecenderungan memilih hidup di kota (urbanisasi), banyak bikin unit sekolah, banyak yang tidak sesuai kebutuhan tak ekonomis," ujar Sofyan.
Tak hanya di desa, di tingkat kabupaten pun dana pembangunan daerah dihabiskan untuk infrastruktur yang kurang bermanfaat. Menurut Sofyan, banyak infrastruktur dibangun hanya untuk mengejar target pembangunan ekonomi, meski indikator perkembangan ekonomi yang dipakai Pemda kerap salah.
"Banyak kabupaten berlomba-lomba bikin pelabuhan sendiri karena dianggapnya pelabuhan itu strategis secara ekonomi. Tapi kenyataannya kan kalau pelabuhan kecil tidak ekonomis. Coba sekarang, banyak pelabuhan tapi tidak ada kapal (bersandar)," kata Sofyan.
Seharusnya, lanjut Sofyan, infrastruktur besar seperti pelabuhan dibangun sesuai kebutuhan dan bisa dibagun sesuai lokasi kenutuhan berdasarkan antar daerah, bukan satu daerah.
"Kembali ke indeks. Indikator kurang tepat bisa jadi missguidance dalam pembangunan desa dan daerah. Jangan sampai wasting tapi ada manfaatnya," tutupnya.
(dnl/dnl)