Apa tanggapan pedagang kecil yang selama ini menjual barang ilegal?
Misalnya Arman, pedagang saklar dan kabel di Pasar Poncol, Senen, Jakarta Pusat, mengaku tak ambil pusing soal peredaran barang non-SNI dilarang diperjualbelikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Arman pedagang pun belum tentu bisa membedakan produk-produk mana saja yang sudah SNI dan produk belum SNI. "Bisa bedain saja nggak tahu, kan ada tulisan SNI di kardusnya bisa saja itu palsu, kalau disita yah silakan," katanya.
Ia mengaku, seperti pedagang lainnya mendapatkan pasokan barang secara borongan dengan pedagang lainnya. Sehingga kalau pun barangnya yang dijualnya ilegal, maka hal sama dialami dengan pedagang yang lain.
Berbeda dengan Arman, pedagang lainnya, Nurul mengaku cemas karena belakangan ada isu razia pada barang-barang tidak berstandar. Kalaupun dilarang, seharusnya pemerintah melakukan pembatasan pada pedagang pemasok, bukan pedagang kecil seperti diriya.
"Dipenjara sih kayanya tidak, tapi kalau dilarang jualan terus disita kan rugi besar. Tidak ada pemberitahuan, masa katanya tiba-tiba dilarang, barang yang sekarang mau dikemanakan," ujar Nurul.
Dalam pasal 8 UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, ada larangan penjual menjual barang yang tak berstandar dan tak berlabel bahasa Indonesia dan lainnya. Pada pasal 62, sanksinya adalah pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sebelumnya Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kemendag Widodo mengatakan, setiap pedagang diwajibkan hanya menjual barang sudah SNI dan label bahasa Indonesia. Ia meminta pedagang pun bersikap kritis kepada pemasok atau importir jika barang yabg dijualnya belum memiliki SNI dan label alias barang ilegal.
"Saya bukan takut-takutin. Masalah sweeping nggak perlu khawatir, kalau barang yang diperjualbelikan sesuai dengan ketentuan hukum, biar Anda juga tenang," jelas Widodo dalam acara sosialisasi di Pasar Kenari.
"Sesuai arahan presiden untuk memberantas peredaran barang ilegal, ini (razia) merupakan tindakan Kemendag yang berhubungan dengan pemberantasan barang ilegal yang beredar di pasar. Kalau di laut tugas Bea Cukai, kalau sudah beredar di pasar mau tidak mau kita yang lakukan," ujar Widodo.
Barang ilegal yang dimaksud, kata Widodo, adalah barang yang impor masuk ke Indonesia secara ilegal, maupun barang-barang yang belum mencantumkan Standar Nasional Indonesia (SNI), dan pelabelan Bahasa Indonesia pada barang-barang yang diwajibkan di dalam kemasan.
"Kita lakukan terus (razia) tergantung kebutuhan. Selain Jakarta ada di Surabaya, Riau, Kalimantan Timur, daerah lain menyusul. Barang-barang yang dirazia fokus pada elektronika, dan TPT (tekstil dan produk tekstil), waktu tempat rahasia tentu, nanti kita razia pada tutup," jelas Widodo kemarin.
(hen/hen)











































