Hal tersebut langsung ditolak mentah-mentah oleh Susi. Menurutnya, tak ada alasan lagi bagi Indonesia untuk mengizinkan kapal asing menangkap ikan di Perairan Indonesia.
β
"Saya ingin menanggapi berita dari kadin yang diwakili oleh Yugi Prayanto. Dia bicara, biar saja perikanan tangkap untuk asing dibuka kembali, tinggal kita kawal sahamnya. Saya katakan dengan tegas, tidak ada lagi izin untuk kapal asing," tegas Susi di Rumah Dinasnya, Jakarta, Kamis (19/11/2015).
Susi pun menolak argumen yang disampaikan Yugi yang mengatakan bahwa nelayan Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan pengolahan ikan nasional dan khawatir bila asing tak diberi kesempatan untuk menangkap ikan. Maka perusahaan pengolahan ikan di dalam negeri akan kekurangan pasokan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buktinya kata Susi, sektor perikanan Indonesia bisa tumbuh hingga 8,4% setelah kebijakan moratorium izin kapal tangkap untuk asing diberlakukan. Bukti lain, adalah hasil tangkapan nelayan Indonesia naik 40% dari 6 juta ton per tahun menjadi 10 juta ton per tahun.
"Padahal itu nelayan belum diberdayakan. Itu mereka masih pakai alat tangkap tardisional. Alat pancing seperti biasa. Jaring biasa. Tahun ini akan mulai kita berdayakan, hasilnya akan lebih tinggi lagi. Yang begitu kok katanya butuh kapal asing. Saya katakan tegas, tidak ada kapal asing," pungkas Susi.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto menyatakan dukungannya atas usulan Susi tersebut. Bagi pengusaha lokal, tak masalah bila investor asing masuk ke sektor pengolahan ikan.
Tetapi, Yugi menolak usulan Susi yang ingin menutup rapat sektor perikanan tangkap untuk asing. Sebab, penutupan usaha perikanan tangkap untuk asing akan membuat industri-industri pengolahan ikan di Indonesia kekurangan ikan untuk bahan baku. Kapal-kapal nelayan lokal belum bisa memenuhi pasokan untuk industri pengolahan ikan.
Dia mengusulkan agar perikanan tangkap tetap terbuka untuk asing, tetapi kepemilikannya dibatasi.
"Biar saja perikanan tangkap terbuka untuk asing, tapi kita kawal mayoritas sahamnya harus milik orang Indonesia. Kapalnya dari mereka nggak apa-apaβ," paparnya.
(dna/rrd)