Persoalan ini memicu terjadinya polemik di masyarakat. Masalah ini juga mendorong Dewan Energi Nasional (DEN) angkat bicara tentang masalah dana ketahanan energi itu.
Andang D. Bachtiar, anggota DEN dari unsur pemangku kepentingan mengatakan, Kalau dana ketahanan energi yang dimaksud Menteri ESDM itu adalah dana untuk menjamin ketersediaan energi (termasuk energi terbarukan) maka pengambilannya dari Energi fossil sebagai 'premium pengurasan' (depletion premium) sudah disebutkan juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang merupakan uraian dari Undang-Undang nomor 30/2007 tentang Energi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada ayat 5 huruf b menyebutkan penguatan pendanaan yang dimaksud pada ayat 3 tersebut dilaksanakan paling sedikit dengan menerapkan premi pengurasan energi fossil untuk pengembangan energi. Sedangkan di ayat 6 menyebutkan, premi pengurasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b digunakan untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi dan pengembangan sumber energi baru dan energi terbarukan, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, serta pembangunan infrastruktur pendukung.
"Mudah-mudahan uraian di atas ikut membantu memperjelas dasar-dasar hukum, peraturan, tentang dana ketahanan energi dan pemanfaatannya," kata Andang yang juga Ketua Komite Eksplorasi Nasional dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/12/2015).
Sebagai informasi, harga solar turun dari Rp 6.700 per liter turun menjadi Rp 5.650 dan ditambah pungutan premi untuk dana ketahanan energi sebesar Rp 300. Sehingga, harga baru solar menjadi Rp 5.950 per liter.
Sedangkan harga premium turun dari Rp 7.300 menjadi Rp 6.950 ditambah pungutan premi untuk dana ketahanan energi sebesar Rp 200. Sehingga harga baru premium menjadi Rp 7.150 per liter. Harga baru premium dan solar ini mulai berlaku pada 5 Januari 2016 nanti.
(rrd/hns)











































