Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menjelaskan hal tersebut merupakan konsekuensi dari karyawan tersebut. Tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan bisa 20% lebih tinggi dari yang memiliki NPWP.
"Pesangon yang diterimakan sekaligus dikenai PPh pasal 21 final dan tidak dikenai tarif pajak 20% lebih tinggi, tetapi untuk pesangon yang dibayarkan bertahap, pada tahun ketiga dan seterusnya jika karyawan tidak ber-NPWP, maka akan dikenai tarif 20% lebih tinggi," ujarnya kepada detikFinance, Minggu (7/2/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam posisi kita sebagai karyawan kita akan mendapatkan keuntungan jika memiliki NPWP yaitu terhindar dari pengenaan tarif 20% lebih tinggi sebagai akibat kita tidak memiliki NPWP, atas penghasilan berupa gaji, tunjangan, dan penghasilan lainnya yang kita terima atau peroleh dari pemberi kerja," papar Prastowo.
Maka dari itu, pentingnya untuk memiliki NPWP dan mengikuti prosedur kewajiban pajak dengan tepat. Mulai dari kepemilikan NPWP, penghitungan pajak, pembayaran dan pelaporan. Prastowo membantah bila banyak yang menyebutkan NPWP adalah jebakan.
"Sering terdengar bahwa ber-NPWP adalah jebakan, karena ketika kita masuk ke administrasi perpajakan akan selalu dikejar-kejar dan hidup tidak tenang. Ini adalah mitos," tegasnya.
"Justru sebaliknya, ketika kita menganut asas self assessment, di mana wajib pajak menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya, keputusan ada di pihak wajib pajak untuk bersikap terbuka dan jujur. Memang pemeriksaan dimungkinkan sebagai alat uji kepatuhan, tetapi prosedur untuk sampai ke pemeriksaan cukup panjang dan tidak mudah," kata Prastowo.
(mkl/feb)