"Iya (pengeluaran yang berpendapatan tinggi) turun dari sisi persentasenya dan bisa juga absolutnya," ungkap Kepala BPS, Suryamin, dalam jumpa pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Suryamin menyebutkan, 20% masyarakat Indonesia yang berpenghasilan tinggi mengalami penurunan, dari 48,25% pada September 2015 menjadi 47,84% pada Maret 2015, terhadap pengeluaran penduduk per kapita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian masyarakat berpengeluaran rendah yang sebanyak 40% masyarakat Indonesia tercatat naik 0,35%, dari 17,41% menjadi 17,45%. Sementara masyarakat berpengeluaran menengah naik 0,05%, dari 34,65% menjadi 34,7%.
"Dari kelompok ini ditotal maka rasio gini menjadi 0,41," kata Suryamin.
Rasio gini adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur ketimpangan pengeluaran di suatu wilayah yang diumumkan dua kali setahun, yakni Maret dan September. Ini akan menjadi salah satu acuan pemerintah dalam pengambilan kebijakan dalam bidang perekonomian.
Dalam teorinya, ukuran yang dipergunakan adalah 0 sampai dengan 1. Artinya secara sederhana, kalau pendapatan semua orang di Indonesia sama, maka rasio gini adalah 0, dan semakin tinggi rasio tersebut, maka ketimpangan semakin tinggi.
Suryamin menambahkan, rasio gini dibagi atas tiga level. Level pertama adalah 0-0,3 yang disebut dengan ketimpangan rendah. Level kedua 0,3-0,5 yang disebut sebagai ketimpangan menengah, dan level ketiga yaitu 0,5 ke atas yang berarti ketimpangan tinggi. (mkl/wdl)