Menurut Sekjen Komite Eksplorasi Nasional (KEN), Muhammad Sani, belum ada komitmen kuat dari pemerintah dari masa ke masa untuk mengembangkan Blok Natuna.
"Kita tahu ada Masela. Di Natuna ini kita punya 46 TCF baru dari 1 lapangan saja, itu 4 sampai 5 kali lipat Masela. Tapi dari 1973 kita diamkan saja. Itu masalah leadership saja, kita tidak pernah memperhatikan itu," kata Sani, saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semuanya menginginkan gas dari Blok Natuna yang berada di Natuna Timur dan dibawa ke Natuna Barat. Padahal itu tidak ekonomis. "Semua skenario individual yang dibikin Pertamina, Premier, itu ke Natuna Barat, pasti mahal," paparnya.
"Belum ada satu perencanaan yang terintegrasi. Kalau masing-masing perusahaan membuat rencana sendiri, pasti nggak ekonomis. Kalau dari Natuna Timur mau dibawa ke Natuna Barat itu 400 kilometer, siapa yang bisa bangun pipa sepanjang itu?" ucapnya.
Dia menyarankan agar gas tidak dibawa ke Natuna Barat, bangun saja infrastruktur gas, industri petrokimia, dan infrastruktur dasar lainnya di Natuna Timur.
"Alternatifnya, kita bikin sentra sendiri di Natuna Timur, terintegrasi. Harus ada peran aktif dari pemerintah," tukas dia.
Ladang gas ini harus menjadi salah satu prioritas pembangunan agar manfaatnya dapat segera dirasakan. "Secepatnya, harus ada kebijakan ke arah sana, harus jadi satu kebijakan Presiden," tutupnya. (wdl/wdl)











































