Ladang Gas Terbesar RI Menganggur Sejak 1973, Kok Tidak Digarap?

Ladang Gas Terbesar RI Menganggur Sejak 1973, Kok Tidak Digarap?

Michael Agustinus - detikFinance
Rabu, 18 Mei 2016 16:05 WIB
Ladang Gas Terbesar RI Menganggur Sejak 1973, Kok Tidak Digarap?
Foto: Gas
Jakarta - Potensi gas bumi Blok Natuna sudah diketahui sejak 1973. Blok Natuna diperkirakan memiliki cadangan gas sampai 46 TCF, hampir 5 kali lipat Blok Masela yang diributkan baru-baru ini. Meski sangat kaya, ladang gas terbesar Indonesia ini tak kunjung digarap sejak 43 tahun lalu.

Menurut Sekjen Komite Eksplorasi Nasional (KEN), Muhammad Sani, belum ada komitmen kuat dari pemerintah dari masa ke masa untuk mengembangkan Blok Natuna.

"Kita tahu ada Masela. Di Natuna ini kita punya 46 TCF baru dari 1 lapangan saja, itu 4 sampai 5 kali lipat Masela. Tapi dari 1973 kita diamkan saja. Itu masalah leadership saja, kita tidak pernah memperhatikan itu," kata Sani, saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (18/5/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengungkapkan, sampai saat ini Pertamina dan mitra-mitranya belum menemukan skema yang ekonomis untuk pengembangan Blok Natuna, karena skenario pengembangan tidak dibuat secara terintegrasi.

Semuanya menginginkan gas dari Blok Natuna yang berada di Natuna Timur dan dibawa ke Natuna Barat. Padahal itu tidak ekonomis. "Semua skenario individual yang dibikin Pertamina, Premier, itu ke Natuna Barat, pasti mahal," paparnya.

"Belum ada satu perencanaan yang terintegrasi. Kalau masing-masing perusahaan membuat rencana sendiri, pasti nggak ekonomis. Kalau dari Natuna Timur mau dibawa ke Natuna Barat itu 400 kilometer, siapa yang bisa bangun pipa sepanjang itu?" ucapnya.

Dia menyarankan agar gas tidak dibawa ke Natuna Barat, bangun saja infrastruktur gas, industri petrokimia, dan infrastruktur dasar lainnya di Natuna Timur.

"Alternatifnya, kita bikin sentra sendiri di Natuna Timur, terintegrasi. Harus ada peran aktif dari pemerintah," tukas dia.

Ladang gas ini harus menjadi salah satu prioritas pembangunan agar manfaatnya dapat segera dirasakan. "Secepatnya, harus ada kebijakan ke arah sana, harus jadi satu kebijakan Presiden," tutupnya. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads