Kementan-Kadin Jaga Stabilitas Pangan dan Ekspor Pertanian

Kementan-Kadin Jaga Stabilitas Pangan dan Ekspor Pertanian

Akfa Nasrulhak - detikFinance
Jumat, 07 Sep 2018 09:25 WIB
Foto: kementan
Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) untuk stabilitasi ketersediaan pasokan pangan dan percepatan ekspor komoditas pertanian. Kerja sama yang erat ini juga melibatkan pemberdayaan BUMD/PERUSDA, BUMN, dan perusahaan swasta, serta petani produsen.

"Koordinasi yang dimaksud dalam Nota Kesepahaman ini, bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi pencapaian yang berhasil diraih Kementerian Pertanian selama 4 tahun Pemerintahan Jokowi-JK, dengan dukungan segenap pemangku kepentingan di sektor pembangunan pertanian Indonesia," ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dalam keterangan tertulis, Jumat (7/9/2018).

Amran yang ikut dalam penandatanganan nota kesepahaman bersama Ketua Umum KADIN Rosan P. Roeslani, di The Anvaya Beach and Resort Bali, menjelaskan, ruang lingkup nota kesepahaman mencakup berbagai hal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di antaranya adalah stabilisasi ketersediaan pasokan pangan, akselerasi peningkatan ekspor pertanian dan pangan melalui pelibatan dan pemberdayaan, memperkuat sinergitas bisnis antar petani produsen, pertukaran data dan/atau informasi komoditas pertanian, serta kegiatan dan koordinasi lainnya.


Berdasarkan data Kementerian Pertanian, nilai produksi pertanian tahun 2017 mencapai Rp 1.344 triliun atau naik Rp 350 triliun dari 2013. Menandai penyediaan bahan pangan dari produksi dalam negeri mengalami peningkatan. Selain itu, pada tahun 2017 ekspor Indonesia mencapai US$ 168,81 miliar, naik 16,26% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 145,18 miliar. Sedangkan nilai ekspor di sektor pertanian mencapai Rp 440 triliun di tahun 2017 meningkat 24%.

Untuk mendukung upaya pemerintah mengendalikan neraca perdagangan, Kementan berupaya mengembangkan 13 komoditas substitusi impor yakni gandum, tebu, sapi/daging sapi, kedelai, kapas, susu, bawang putih, kacang tanah dan pati ubi kayu. Komoditas tersebut sangat dimungkinkan untuk disubstitusi dengan komoditas yang sama atau komoditas lain yang dapat dikembangkan di Indonesia.


Untuk itu, diperkirakan akan ada kebutuhan total investasi komoditas substitusi impor sebesar Rp 68,08 triliun atau Rp 13,62 triliun per tahun. Investasi ini akan memberikan penciptaan total kesempatan kerja sebesar 1,87 juta orang, atau 0,37 juta orang per tahun, serta potensi penghematan devisa Rp 83,76 T selama 5 tahun.

"Hal ini sangat dimungkinkan karena Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha," jelas Amran.

Untuk mendorong iklim investasi, Kementan pada 15 Mei 2018 lalu telah meluncurkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau Padu Satu Kementan yang berlokasi di Lantai Dasar Gedung B Kantor Pusat Kementan. Cukup melakukan satu kali aplikasi, pelaku usaha bisa melakukan beragam proses yang melibatkan lintas kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah.

"Layanan Padu Satu mengedepankan prinsip trust, sehingga pelaku usaha tidak dituntut beragam persyaratan yang memberatkan untuk memulai usaha. Tentu dengan pola pengawasan yang lebih intensif. Saat ini, investasi pertanian yang mencapai Rp 45 triliun di 2017, atau naik 14% per tahun sejak 2013," sambungnya.

Sementara deregulasi 141 aturan yang selama ini menghambat iklim investasi di bidang pertanian, telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tren nilai investasi pertanian PMA-PMDN selama 2014-2017 naik 42.94% atau 10.74% per tahunnya.

Seiring dengan upaya substitusi impor tersebut, Kementan juga telah berhasil meningkatkan dan terus mengupayakan peningkatan produksi dan ekspor komoditas pertanian, serta menjaga inflasi tetap rendah.

"Berbagai upaya Kementan selama 4 tahun dalam meningkatkan produksi komoditas strategis, ekspor, dan investasi, terutama dengan mengangkat potensi pertanian daerah telah terbukti dapat menekan laju inflasi dan meningkatkan daya saing komoditas. Laju inflasi rata-rata nasional menurun dari 6,38% pada tahun 2015 menjadi 3,25% pada tahun 2018," tutup Amran. (mul/mpr)

Hide Ads