Neraca β Belakangan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) tengah gencar-gencarnya mensosialisasikan kartu AKSes. Bila dilihat lagi, kartu AKSes sebetulnya sudah diluncurkan KSEI pada 18 Juni 2009. Hanya saja, namanya kala itu Fasilitas Investor Area. Menutup tahun 2009, kartu ini berganti nama menjadi Fasilitas AKSes.
Penerbitan kartu AKSes, menurut Margaret Mutiara Tang, Direktur KSEI, akibat kasus Sarijaya dan sejumlah sekuritas bodong lainnya yang membawa kabur dana investor. Lewat kartu AKSes ini, setidaknya investor bisa ikut mengontrol investasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, sejak diluncurkan, jumlah pemegang kartu AKSes masih sedikit. Dari sekitar 350 ribu sub rekening di KSEI, baru 17 ribu-an investor yang memiliki kartu AKSes. Jumlah ini tentu saja jauh panggang dari api.
"Saya sangat menyarankan investor memiliki kartu ini, karena selain berfungsi untuk memonitor, kartu AKSes juga merupakan single ID atau identitas tunggal pemodal di pasar modal. Selanjutnya, investor ID ini, akan diterapkan untuk seluruh aktivitas di pasar modal, mulai dari transaksi bursa hingga proses penyelesaiannya," papar Yiong.
Berbeda dengan kartu kredit, kartu AKSes dapat dimiliki secara gratis dan dapat diperoleh melalui perusahaan efek (broker) atau bank kustodian, dimana investor terdaftar menjadi nasabahnya. Selanjutnya, investor dapat dengan mudah mengakses dan memonitor data posisi serta mutasi efek dan sekuritas miliknya yang disimpan investor dalam sub rekening di KSEI secara online.
Ada Kelemahannya
Irwan Ariston Napitupulu, seorang praktisi pasar modal saat dijumpai pada kesempatan yang sama, secara blak-blakan mengatakan, kartu AKSes masih memiliki sejumlah kelemahan. Dia menilai, kartu terbitan KSEI ini baru sebatas untuk memonitor rekening efek investor, bukan untuk melindungi cash investor.
Dengan demikian, bila kejadian seperti kasus Sarijaya terulang kembali pasca diluncurkannya kartu ini, AKSes belum bisa menjamin nasib cash investor, sebab uang investor masih di sekuritas. Ujung-ujungnya, investor tetap dibuat limbung. Kondisi ini setidaknya menunjukkan bahwa investor di Indonesia masih belum sepenuhnya dilindungi.
Irwan menegaskan, mengontrol investasi itu baik. Akan tetapi, investor jauh lebih membutuhkan perlindungan terhadap dana investasi mereka. Bila hak-hak investor sudah dilindungi, maka besar kemungkinan investor-investor baru akan segera menjamur.
Selain soal perlindungan, Irwan berharap kartu AKSes bisa juga digunakan untuk memonitor obligasi dan reksadana, bukan hanya saham semata. Sebab, belakangan ini ibu rumah tangga juga sudah banyak yang menjajal berinvestasi meski skalanya masih di ranah reksadana.
(adv/adv)