Perputaran Uang Klaster Cendol Dawet Binaan BRI, Gerakkan Ekonomi Desa

Perputaran Uang Klaster Cendol Dawet Binaan BRI, Gerakkan Ekonomi Desa

Advertorial - detikFinance
Senin, 17 Mei 2021 00:00 WIB
adv_bri
Dengan Motor, Pedagang Cendol Dawet Lasah Jangkau Pasar Lebih Luas (dok. Rengga Sancaya/detikFoto)
Malang - Kerap dipandang sebelah mata, sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) cendol dawet sagu dari Dusun Lasah, Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang justru berhasil menggerakkan ekonomi kerakyatan. Bermula dari program klaster BRI, para mantri sukses menggali potensi yang ada dari para pedagang cendol dawet sagu di wilayah ini.

Usaha cendol dawet bukan lah sesuatu yang baru di Dusun Lasah. Konon, usaha ini sudah berjalan turun temurun di tiga generasi. Dimulai dari tahun 1970-an hingga saat ini. Pasang surut kerap dialami para pedagang, namun saat ini kondisinya semakin membaik berkat adanya perhatian dari berbagai pihak terhadap para pedagang cendol dawet sagu di Lasah.

Mantri Penemu Klaster Cendol Dawet Anindya Kristanti mengaku tidak sengaja menemukan klaster ini. Ia sendiri kaget saat menemui potensi yang ada dari pedagang cendol dawet yang berjumlah 36 orang. Dari perkumpulan awal, tercetus ide untuk membentuk sebuah paguyuban atau komunitas cendol dawet sagu lasah demi membantu memajukan perekonomian para pedagang.

Tak hanya itu, Nindy berharap melalui komunitas ini para pedagang dapat bersilaturahmi dan saling bertukar wawasan. Ia pun menemukan adanya kompleksitas menarik dari perputaran uang para pedagang cendol dawet di Lasah, di mana para pedagang ini kebanyakan mengambil pinjaman melalui BRI, akan tetapi simpanannya setiap hari masuk ke BRI pula.

"Mereka rata-rata punya tabungan BRI, tiap minggu sekali nabung, di tabungan sendiri ikut, aplikasi stroberi BRILink itu sendiri juga. Dan tiap pulang kerja mereka naruh ke tabungannya masing-masing disetorkan ke agen BRILink," ungkap Nindy kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Tak hanya itu, Nindy pun menemukan adanya perputaran uang dari pedagang yang kerap membeli bahan baku dari satu pengepul, yaitu Toko Rofita. Toko ini menyediakan segala bahan yang dibutuhkan para pedagang sehingga mereka tak perlu mencarinya ke tempat lain.

"Toko ini sendiri itu nasabah BRI. Jadi seakan-akan uangnya ini mengalir dari misalkan pinjaman yang kita kasih dari BRI dibelanjakan untuk bahan ke Rofita, nah Rofita nasabah BRI juga. Dia ini disuplai dari beberapa agen misal plastiknya sendiri, kelapanya sendiri, gulanya sendiri. Itu nasabah BRI semua, jadi uangnya mengalir ke BRI lagi. Meskipun dawet ini kecil, nanti aliran dananya perputarannya itu ke BRI semua jadi kembali lagi ke BRI. Dari BRI kembali ke BRI lagi," jelas Nindy.

Sementara itu Kepala Cabang BRI Malang Soekarno Hatta, Hendra Winata, menjelaskan adanya paguyuban cendol dawet sagu ini turut membentuk klaster ekonomi dalam lingkaran-lingkaran bisnis. Oleh karena itu, Hendra menyampaikan pihaknya turut mengenalkan berbagai hal untuk mengembangkan UMKM ini agar dapat berkembang lebih maju lagi.

"Terkait dengan cendol dawet ada standarisasi gerobak (rombong), sebelumnya gerobak cendol dawet yang ada di sini itu macem-macem. Akhirnya kita standarkan semua warnanya sama, kemudian sudah mulai ada logonya sehingga orang bisa mengenali kalau ini dawet sagu dari lasah," ucap Hendra.

Perkembangan perekonomian dalam klaster ini juga disebut Hendra sudah terlihat dari perubahan para pedagang yang sebelumnya berjualan hanya menggunakan pikulan, sekarang telah memanfaatkan kendaraan bermotor. Saat ini, terangnya, jumlah pedagang yang masih memikul hanya 3 orang saja.

Dengan perubahan ini, Hendra menilai para pedagang dapat memperluas daerah pemasaran dari masing-masing pedagang dan mengenalkan cendol dawet tidak hanya di lingkungan desa, tapi juga di lingkungan kecamatan atau bahkan se-Malang Raya.

Lebih lanjut, Kepala Unit BRI Karangploso Pramono Hadi Putro menyebutkan pihaknya tak hanya memberi bantuan pengecatan rombong, tapi juga memberikan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan berjualan yang nyaman bagi para pedagang seperti payung, tempat atau mangkuk batok, dan alat press. Tak hanya itu, pihaknya juga memberikan berbagai pelatihan baik itu untuk pembuatan cendol dawet yang lebih higienis juga pelatihan mengenai segi pengemasan yang lebih menarik.

Melalui pelatihan dari BRI, klaster cendol dawet sagu dari Lasah ini tak hanya mempelajari pembuatan cendol dawet yang lebih higienis dan sehat, tapi juga belajar memanfaatkan teknologi dalam proses pembuatannya untuk dapat berkembang lebih maju ke depannya. Pelatihan dan perkumpulan yang kerap dilakukan pada tanggal 25 setiap bulannya juga membantu klaster ekonomi ini dapat menjaga kekeluargaan mereka.

Pramono berharap, dengan terbentuknya klaster ekonomi cendol dawet sagu, perekonomian masyarakat yang ada di Dusun Lasah bisa lebih meningkat lagi. Ia pun mengharapkan CSR yang telah diberikan oleh BRI dapat meningkatkan omzet, penjualan, serta memperluasa wilayah penjualan para pedagang untuk menggerakkan perekonomian mereka.

"Adapun harapan kami klaster yang sudah terbentuk ini bisa berkesinambungan. Artinya tidak berhenti pada satu waktu. Dan ini akan bisa menjadi histori untuk cucu cicit mereka sehingga nantinya ada penerus dari keluarga mereka untuk berjualan cendol dawet," imbuh Pramono.

Senada dengan harapan tersebut, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Malang, Pantjaningsih Sri Redjeki menyampaikan agar potensi usaha dari makanan tradisional ini dapat terus dikembangkan.

"Minuman ini memang di mana-mana ada dan identik dengan tempo dulu, biasanya jual cendol dawet di bawah pohon, minumnya di batok, itu justru dicari orang sekarang ini. Bagaimana kita bisa mengangkat itu kalau memang sudah ada potensi, embrionya sudah ada, ya ini kita kemas agar punya daya tarik. Sehingga minuman ini nggak akan hilang," tuturnya.

adv_briCendol Dawet Sagu Lasah dengan Kemasan Baru (dok. Rengga Sancaya/detikFoto)

Ia pun menyampaikan apresiasi pada BRI yang telah membantu para pelaku usaha cendol dawet untuk dapat meningkatkan cita rasa, serta memberi nilai estetika tampilan dalam penyajian kemasan yang bagus. Kendati demikian, ia juga berharap agar cendol dawet sagu dari Lasah bisa tetap terjaga 'ke-Jawa-annya', gulanya harus dipertahankan dengan gula aren dan tidak dicampur kandungan bahan kimia yang dapat merusak rasa.

"Saya berharap pada BRI untuk bisa membantu angkat pelaku usaha mikro terutama pembuat cendol dawet ini agar cendol dawet bisa tetap jadi minuman yang tak lekang karena zaman," imbuhnya.

Adanya dukungan dari berbagai pihak dirasakan manfaatnya bagi para pedagang cendol dawet sagu di Lasah. Seperti yang dialami Supendi, berkat modal BRI untuk berjualan cendol dawet, ia dapat membeli rumah, menyekolahkan anak hingga jenjang pendidikan tinggi, juga menambah hewan ternak.

adv_briSupendi, Pedagang dan Ketua Paguyuban Cendol Dawet Sagu Lasah (dok. Rengga Sancaya/detikFoto)

Pria yang telah berjualan cendol dawet selama 31 tahun ini pun berhasil menembuskan dawet buatannya untuk bisa masuk kafe. Berkat pelatihan pengemasan dari BRI Supendi bisa mengemas cendol dawet khas Lasah yang resepnya bertahan secara turun temurun, ke dalam kemasan yang menarik dan bisa dinikmati siapa saja. Mulai dari anak-anak, hingga orang dewasa.

"Harapan saya ke depan (cendol dawet) masuk ke kafe-kafe, bisa cari peluang pasar di kafe-kafe itu. Harapannya ekonomi cepat bangkit, kerja jualan dawet lebih enak," ujar Supendi.

Penggagas Paguyuban Klaster Cendol Dawet Sagu Lasah, Anang Hardiansyah pun menyampaikan kini seluruh pedagang telah tergabung dalam paguyuban ini. Antusiasme dari para pedagang untuk terus menggerakkan perekonomian semakin terbangun berkat adanya bukti dari BRI, baik itu berupa permodalan, bantuan sarana prasarana, juga beragam pelatihan.

"Harapannya, dukungan dari BRI ini sudah lebih ya kalau memang bisa lebih kenapa tidak. Maunya sih kalau kita sekarang (suara) ting-tingnya di pinggir jalan, suatu saat kita bisa ting-ting di hotel berbintang. Inginnya seperti itu," harap Anang.

Sebagai informasi, paguyuban cendol dawet sagu lasah ini merupakan klaster ekonomi binaan BRI yang terdapat di dusun Lasah. Kendati kegiatan berjualan cendol dawet sagu telah berjalan puluhan tahun, paguyubannya sendiri baru terbentuk 2 tahun belakangan.

Terdapat total 36 orang anggota yang tergabung dalam klaster ini. Seluruh anggota merupakan nasabah BRI yang mendapatkan bantuan pinjaman modal langsung dari bank ini, serta memperoleh berbagai macam bantuan baik dalam bentuk fisik maupun pelatihan untuk terus mengembangkan cendol dawet khas Lasah agar semakin maju dan berkembang di masa mendatang. (adv/adv)