Laporan Pelaksanaan Tugas 2022 & Arah Kebijakan Bank Indonesia 2023

Laporan Pelaksanaan Tugas 2022 & Arah Kebijakan Bank Indonesia 2023

Advertorial - detikFinance
Jumat, 27 Jan 2023 00:00 WIB
adv bi
Foto: dok. Bank Indonesia
Jakarta - Pelaksanaan tugas tahun 2022 dan arah kebijakan Bank Indonesia tahun 2023 dirangkum dalam satu tema "Sinergi dan Inovasi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Menuju Indonesia Maju".Publikasi ini adalah informasi kepada masyarakat mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, wewenang Bank Indonesia dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2022, serta rencana kebijakan dan sasaran Bank Indonesia untuk tahun 2023, sebagai pelaksanaan Pasal 58 ayat (6) dan ayat (7) UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Risiko perekonomian global yang kembali meningkat pada 2022 memberikan tantangan bagi upaya mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Risiko global tersebut dipicu oleh perang antara Rusia dan Ukraina yang kembali meningkatkan fragmentasi politik dan ekonomi dunia. Secara umum, terdapat lima permasalahan yang mengemuka dan saling berkaitan sehingga perlu diwaspadai karena dapat memberikan tekanan terhadap perekonomian nasional.

Pertama, pertumbuhan ekonomi dunia menurun sejalan dengan kenaikan fragmentasi politik dan ekonomi dunia, bahkan dengan peningkatan risiko resesi di negara maju. Kedua, inflasi meningkat sangat tinggi di negara-negara maju akibat gangguan pasokan komoditas energi dan pangan.

Ketiga, suku bunga acuan kebijakan moneter global meningkat tajam dan diperkirakan terjadi dalam periode yang lama sebagai respons atas kenaikan tajam inflasi tersebut, seperti yang terjadi pada Fed Funds Rate (FFR). Keempat, mata uang dolar AS menguat tajam seiring dengan kenaikan FFR dan ketidakpastian pasar keuangan global, sehingga memberikan tekanan pada banyak mata uang dunia, termasuk rupiah.

Kelima, fenomena 'cash is the king' juga terjadi sejalan dengan persepsi risiko investor global yang tinggi dan membuat investor menarik dananya dari negara berkembang, termasuk Indonesia ke instrumen investasi yang dipandang likuid dan mendekati cash. Berbagai perkembangan ini sangat perlu dicermati dan direspons dengan tepat karena bila terus berlanjut berisiko memicu stagflasi bahkan resesi dan inflasi tinggi di perekonomian global.

Di tengah tantangan global tersebut, pemulihan ekonomi nasional terus berlanjut dengan stabilitas yang terjaga pada 2022. Kinerja ekspor tetap kuat seiring dengan besarnya permintaan mitra dagang utama serta dukungan kebijakan pemerintah. Pertumbuhan ekonomi tahun 2022 diperkirakan meningkat dalam bias atas kisaran 4,5-5,3%. Stabilitas eksternal tetap terjaga, didukung Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang tetap sehat, sejalan dengan surplus transaksi berjalan di tengah tekanan pada transaksi modal dan finansial, khususnya investasi portofolio.

Kinerja NPI yang tetap baik serta respons segera Bank Indonesia berkontribusi dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah terjadinya fenomena strong dollar dan ketidakpastian pasar keuangan global. Inflasi meski lebih tinggi dari kisaran sasaran 2022 sejalan dengan perkembangan pascakenaikan harga BBM bersubsidi, namun lebih rendah dari proyeksi awal dan diperkirakan akan kembali ke sasaran pada 2023. Stabilitas sistem keuangan juga tetap baik dengan ketahanan yang terjaga dan fungsi intermediasi yang meningkat.

Bank Indonesia memperkuat sinergi dan inovasi kebijakan dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna menjaga ketahanan ekonomi dari risiko global dan terus mendukung keberlanjutan pemulihan ekonomi tersebut. Pemerintah mengarahkan kebijakan fiskal sebagai shock absorber untuk melindungi masyarakat, mendukung sektor prioritas, dan mendorong pemulihan ekonomi.

Bank Indonesia mengarahkan seluruh instrumen bauran kebijakan sebagai bagian dari arah kebijakan nasional untuk mendorong akselerasi pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas. Dengan ekonomi yang mulai pulih dan untuk melindungi perekonomian domestik dari dampak rambatan gejolak global, kebijakan moneter diarahkan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sedangkan kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pengembangan pasar uang, serta inklusi ekonomi dan keuangan tetap diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-growth).

Sinergi kebijakan fiskal dan moneter semakin diperkuat melalui partisipasi Bank Indonesia dalam pendanaan APBN, termasuk untuk penanganan kesehatan dan kemanusiaan akibat pandemi COVID-19. Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan KSSK untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.

Secara lebih rinci, bauran kebijakan Bank Indonesia yang diimplementasikan pada 2022 dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian. Di bidang moneter, kebijakan likuiditas, nilai tukar, dan suku bunga diarahkan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi. Ketiga kebijakan tersebut ditempuh oleh Bank Indonesia secara komprehensif dan tersinergi dalam mengimplementasikan arah dan stance kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas. Dengan kata lain, stance kebijakan moneter yang ditempuh tidak hanya diukur melalui perubahan kebijakan suku bunga, namun juga kebijakan likuiditas.

Normalisasi kebijakan moneter Bank Indonesia dilakukan dengan penurunan secara bertahap kelebihan likuiditas yang sangat besar di perbankan. Sejalan dengan tekanan inflasi inti yang masih rendah terutama pada semester I 2022 maka respons kebijakan moneter ditempuh dengan melakukan normalisasi likuiditas secara well-calibrated, well-planned, dan well-communicated melalui kenaikan bertahap rasio Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah menjadi 9% untuk Bank Umum Konvensional (BUK) serta 7,5% untuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).

Kebijakan tersebut ditempuh agar Bank Indonesia tidak behind the curve dalam merespons dampak ketidakpastian pasar keuangan global terhadap stabilitas makroekonomi. Kebijakan stabilisasi terus diperkuat untuk menjaga nilai tukar rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar. Stabilisasi nilai tukar diperkuat dengan melakukan triple intervention di pasar spot, DNDF, dan pembelian/penjualan SBN di pasar sekunder.

Selain itu, pada Desember 2022, Bank Indonesia menerbitkan instrumen operasi moneter (OM) valas yang baru untuk mendorong penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di dalam negeri oleh bank dan eksportir untuk memperkuat stabilisasi, termasuk stabilitas nilai tukar rupiah dan pemulihan ekonomi nasional. Sementara itu, suku bunga BI7DRR yang tetap dipertahankan rendah sampai dengan Juli 2022, dinaikkan sejak Agustus 2022 sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk memastikan terjaganya stabilitas inflasi ke depan.

Dalam kaitan ini, suku bunga kebijakan BI7DRR dinaikkan sebesar 200 bps sejak Agustus 2022 menjadi 5,50% untuk merespons kenaikan tekanan inflasi inti dan ekspektasi inflasi ke depan. Di bidang stabilitas sistem keuangan, kebijakan makroprudensial akomodatif terus diperkuat dan disinergikan dengan kebijakan KSSK untuk mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Terakhir, penguatan kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi digitalisasi yang inklusif juga terus dilakukan. Tiga kebijakan utama tersebut juga ditopang kebijakan pendukung lain, yang melakukan sinergi erat dengan pemerintah, perbankan, dan institusi lainnya untuk melanjutkan dukungan pengembangan UMKM serta ekonomi dan keuangan syariah sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Ke depan, bauran kebijakan Bank Indonesia pada 2023 terus diarahkan untuk memperkuat ketahanan serta mempercepat pemulihan dan kebangkitan perekonomian dalam sinergi yang erat dengan kebijakan ekonomi nasional. Arah bauran kebijakan dimaksud sekaligus untuk menangkal dampak rambatan dari gejolak global. Kebijakan moneter pada 2023 akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), dengan melanjutkan kebijakan suku bunga secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3,0±1%.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau akan terus diarahkan untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional (pro-growth). Selain itu, arah kebijakan Bank Indonesia juga terus bersinergi dengan bauran kebijakan ekonomi nasional guna mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali berada di lintasan jangka menengah menuju Indonesia Maju.

Prospek pemulihan ekonomi Indonesia diperkirakan berlanjut dalam jangka pendek dan terus menguat dalam jangka menengah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 diperkirakan tetap kuat dan optimis dalam kisaran 4,5-5,3%, meskipun sedikit melambat dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global. Stabilitas eksternal tetap terjaga ditopang oleh kinerja NPI yang tetap sehat. Inflasi juga kembali terkendali ke sasarannya 3,0±1%.

Dalam jangka menengah, perekonomian Indonesia terus meningkat dan kembali berada di lintasan menuju Indonesia Maju. Prospek ini didukung oleh pemulihan perekonomian global yang berlanjut serta peningkatan perekonomian domestik yang juga didorong oleh kenaikan investasi dan produktivitas seiring dengan implementasi kebijakan reformasi struktural baik di sektor riil maupun akselerasi ekonomi dan keuangan digital nasional. (adv/adv)