"Pengendalian inflasi ini sebenarnya tidak terlepas dari kolaborasi, inovasi dan sinergi bersama pemerintah provinsi, Pemkot Mataram, Pemkab Lombok Barat dan Lombok Timur, kemudian di Sumbawa, dan Bima," ujar Kepala Perwakilan BI di NTB Berry Arifsyah Harahap kepada detikcom beberapa waktu lalu.
"Dari sisi supply, upaya pengendalian inflasi difokuskan pada peningkatan produktivitas pangan, serta efisiensi rantai pasok komoditas dari hulu ke hilir. Sementara dari sisi permintaan, komunikasi yang kita lakukan secara terarah dalam memberikan informasi harga bahwa semua barang sebenarnya cukup untuk Provinsi NTB sehingga menghindari panic buying dan masyarakat dapat melakukan pembelian secara bijaksana," sambungnya.
Implementasi 4K dalam Pengendalian Inflasi
Berry menambahkan, saat ini pihaknya juga terus melakukan implementasi kebijakan 4k (Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Efektif) yang tengah digencarkan oleh pemerintah.
Dari sisi Keterjangkauan Harga, Bank Indonesia bersama pemerintah provinsi dan daerah menghadirkan Operasi Pasar Murah dan Gerakan Pangan Murah.
"Dalam Operasi Pasar Murah tahun 2023, kita sudah melakukan di 433 lokasi dalam setahun. Di tahun 2024, sudah mencapai 108 lokasi hingga bulan Juni 2024. Ini juga kita lakukan tetap melalui Warung Pantasi Mentaram (Pantau Tanggap Inflasi Menuju Target Aman), jadi harga lebih murah karena ini merupakan warung yang kita bangun bersama Pemkot Mataram, dan Pemprov NTB," ucapnya.
Kemudian dari sisi Ketersediaan pasokan, Berry mengatakan terus berupaya meningkatkan produktivitas dari bahan pangan strategis seperti beras, cabai, bawang dan telur. Di tahun ini, pihaknya melakukan uji coba padi Gamagora 7, yakni varietas padi unggul yang tahan terhadap kekeringan dan basah.
"Kita mencoba meningkatkan produktivitas dengan Gamagora sehingga kita harapkan petani dapat menanam padi paling tidak dua kali dalam setahun untuk lahan-lahan pada hujan, terutama di Lombok Tengah dan Pulau Sumbawa. Sehingga ini akan menjaga pasokan antar waktunya menjadi lebih baik dan harganya relatif akan lebih stabil," jelasnya.
"Sementara dari sisi kelancaran distribusi, Bank Indonesia bersama pemerintah daerah berinovasi lewat Warung Pantasi Mentaram. Jadi di warung ini kita menjual hasil dari produk-produk klaster Bank Indonesia dan Koperasi Amanah Syariah berbentuk beras premium yang dijual dengan harga lebih terjangkau dibanding pasar," paparnya.
Selanjutnya dari segi Komunikasi, dilakukan High Level Meeting dan dilanjutkan melalui press conference dan penyebaran informasi terkait upaya pengendalian inflasi untuk menjaga kepercayan masyarakat.
Progress Inflasi di NTB dalam 10 Tahun
Berry menegaskan progres inflasi di NTB dalam kurun waktu 10 tahun memasuki zona inflasi rendah. Namun, adanya pengaruh kondisi geopolitik dan pandemi COVID-19 yang sempat melanda turut memberi dampak terhadap kondisi inflasi di daerah dan nasional
"Jadi sebenarnya memang tidak hanya NTB tapi nasional memasuki zona inflasi rendah sejak beberapa tahun lalu. Namun, akhir-akhir ini terganggu karena geopolitik, lalu pandemi COVID-19. Itu sebenernya terus menurun rata2 kita 6,23% dalam 10 tahun terakhir sampai tahun 2022. Tapi kita coba untuk mengendalikan inflasi terutama di sektor makanan, minuman, dan tembakau," ucapnya.
Ia menambahkan, sektor makanan, minuman dan tembakau hingga kini memang masih menjadi penyumbang inflasi terbesar di daerah, termasuk NTB. Oleh karena itu, pihaknya terus menggencarkan berbagai upaya pengendalian di sektor tersebut.
"Sebenarnya ini hampir mirip dengan beberapa daerah di Indonesia, yaitu makanan, minuman dan tembakau memiliki andil sekitar 1,65% dari total inflasi tahunan NTB. Kelompok tersebut masih menjadi kelompok dominan, seperti beras profesinya menjadi cukup besar di masyarakat sehingga kenaikan sedikit saja dampaknya lumayan ke inflasi," ungkap Berry.
Kolaborasi TPID Tekan Inflasi di Lombok Barat
Pengendalian inflasi di NTB tentu tak lepas dari kolaborasi para pemerintah daerah, seperti yang dilakukan Pemkab Lombok Barat. Bupati Lombok Barat Ilham menyampaikan pihaknya membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dengan melibatkan para pihak terkait.
"Kami di daerah tentu melakukan banyak hal, di antaranya sejak awal kita membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Tim ini melibatkan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD), baik yang vertikal maupun horizontal di Kabupaten Lombok Barat, seperti BPS, TNI/Polri, Bank Indonesia dan seluruh pihak terkait," kata Ilham.
Ilham mengungkapkan TPID bertugas merancang program dan kegiatan terkait pengendalian inflasi daerah, serta menyusun rencana aksi daerah terhadap pengendalian inflasi. Hasilnya, TPID telah menghasilkan berbagai program dan inovasi.
"Pertama adalah inovasi sistem informasi lapak dan harga-harga terkini Si Tebel (Silaq Te Belanje Elek Batur Mesak). Mari kita belanja dengan produk sendiri yang dihasikkan di daerah. Kemudian kita mengabdikan E-Katalog Lokal dengan melibatkan UKM dan memasarkan produknya di E-Katalog Lokal lokal," paparnya.
![]() Foto: dok. Istimewa |
Di samping itu, TPID juga membantu Pemkab Lombok Barat merumuskan kebijakan-kebijakan penting, termasuk Peraturan Daerah Lombok Barat Nomor 1 Tahun tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan Jasa dan Toko Modern.
"Kemudian kami menghasilkan Peraturan Bupati tentang bagaimana pelaksanaan Perda tersebut dan menghasilkan beberapa instruksi dan imbauan kepada seluruh ASN dan masyarakat umum untuk memanfaatkan produk lokal dan belanja melalui lapak Si Tebel," bebernya.
Seluruh upaya kolaborasi ini tentunya berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat daerah. Ilham mengatakan hadirnya inovasi tersebut turut meningkatkan omzet para pelaku usaha.
"Kita melihat dampak bahwa petani-petani garam kita punya semangat dan motivasi untuk menghasilkan produk-produk garam karena memang produk mereka dapat disalurkan. Begitu pula dengan produk-produk UMKM yang kita pasarkan melalui lapak Si Tebal juga meningkatkan omzet penjualan mereka," ungkapnya.
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat tentunya juga berdampak terhadap angka inflasi di Lombok Barat. Hal ini terlihat dari adanya penurunan angka inflasi dari tahun 2022 yang sebelumnya mencapai 6,18% menjadi 3,04% di tahun 2023.
"Kalau untuk inflasi di Lombok Barat pada tahun 2021 berada di angka 2,28%. Pada tahun 2022 memang ada peningkatan inflasi menjadi 6,18%, tapi di tahun 2023 turun menjadi 3,04% secara year on year," paparnya.
"Sementara di bulan terakhir Juni 2024, inflasi kita untuk nasional di posisi 2,51%, NTB 2,12% dan Mataram dalam hal ini Lombok Barat 2,93%. Alhamdulillah kerja dari tim ini membuahkan hasil yang cukup signifikan terlihat dari angka-angka tersebut," pungkasnya. (adv/adv)