ISWMP Dorong Transformasi Pengelolaan Sampah di Bandung dan Cimahi

ISWMP Dorong Transformasi Pengelolaan Sampah di Bandung dan Cimahi

Advertorial - detikFinance
Selasa, 30 Sep 2025 00:00 WIB
adv pupr
Prosesi Serah Terima TPST Kota Bandung dan TPST Kota Cimahi
Jakarta - Sampah sudah lama menjadi isu serius di banyak daerah Indonesia. Hampir setiap kota menghadapi tantangan yang sama, yakni mengelola sampah agar tidak menjadi beban lingkungan dan masyarakat. Jika dibiarkan menumpuk, sampah tidak hanya merusak pemandangan kota, tetapi juga mengancam kesehatan dan menimbulkan pencemaran serius.

Selama ini, pola pengelolaan sampah masih bertumpu pada konsep kumpul-angkut-buang. Cara ini memang cepat, namun sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Contohnya bisa dilihat di TPA Sarimukti, Jawa Barat, tempat pengolahan sampah regional untuk wilayah metropolitan Bandung. Kapasitasnya sudah jauh melampaui batas, sementara sistem yang dipakai masih open dumping-sampah bercampur begitu saja, ditumpuk menjadi bukit.

Situasi seperti ini berisiko menimbulkan longsor hingga ledakan akibat gas metana. Fakta ini menunjukkan, kita tidak bisa lagi hanya 'menyimpan' sampah di ujung. Paradigma baru sangat dibutuhkan: mengurangi dan mengolah sejak dari sumbernya.

ISWMP, Jawaban Atas Tantangan Persampahan

Untuk menjawab tantangan tersebut, lahirlah Program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP). Program ini adalah kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten/Kota, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan, Bappenas, dan Bank Dunia.

ISWMP hadir bukan sekadar untuk membangun infrastruktur, tetapi juga menghadirkan sistem pengelolaan sampah yang modern, aman, dan berkelanjutan. Program ini dirancang dengan lima kegiatan utama:

  1. Penyusunan dan penguatan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah (RISPS), serta Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah untuk memperkuat kerangka hukum pengelolaan sampah;
  2. Peningkatan peran aktif masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah;
  3. Mendorong penguatan kelembagaan pengelolaan sampah;
  4. Membangun mekanisme pendanaan dan penarikan retribusi pengelolaan sampah;
  5. Dukungan pendanaan pembangunan fasilitas pengolahan sampah berteknologi.

Kelima kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang saling menopang dalam membentuk tata kelola persampahan yang berkelanjutan. RISPS berfungsi sebagai peta jalan strategis yang memetakan kebutuhan infrastruktur, arah kebijakan, serta proyeksi pembiayaan jangka panjang.

Agar implementasinya dapat dijalankan secara legal dan konsisten, diperlukan dukungan regulasi yang kuat melalui Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Wali Kota yang memberikan dasar hukum pelaksanaan di tingkat daerah. Di sisi lain, peningkatan kapasitas kelembagaan, termasuk pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pendampingan teknis, memastikan aparatur pemerintah dan pengelola lapangan mampu menjalankan sistem yang telah dirancang.

Dukungan pembangunan infrastruktur seperti Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) menjadi bukti nyata bahwa perencanaan tidak berhenti di atas kertas. Fasilitas ini tidak hanya menjadi pusat pengolahan sampah, tetapi juga model penerapan teknologi yang menghasilkan nilai tambah ekonomi. Namun, keberlanjutan sistem tidak dapat terwujud tanpa skema pembiayaan yang tepat. Oleh karena itu, Program ISWMP juga mendampingi daerah dalam menyusun model pembiayaan berkelanjutan, termasuk analisis biaya operasional dan simulasi tarif retribusi yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.

Kombinasi dari kelima kegiatan tersebut memungkinkan terbentuknya sistem pengelolaan sampah yang andal secara teknis, kuat secara kelembagaan, layak secara ekonomi, dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Dampaknya mulai terasa-sistem pengangkutan semakin tertata, kolaborasi dengan sektor swasta mulai berjalan, dan proses pengolahan kini mengarah pada optimalisasi nilai ekonomis material daur ulang serta produksi energi alternatif seperti RDF (Refuse Derived Fuel).

Dengan kombinasi ini, tercipta sistem pengelolaan sampah yang tidak hanya andal secara teknis, tetapi juga kuat secara kelembagaan, layak secara ekonomi, dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Hingga pertengahan 2025, ISWMP telah membangun 17 TPST, dan 15 di antaranya sudah beroperasi. Termasuk dua TPST di Kota Cimahi dan tiga TPST di Kota Bandung. Pada 26 Agustus 2025, pengelolaan TPST tersebut resmi diserahkan kepada pemerintah daerah setempat melalui penandatanganan Naskah Hibah Barang Milik Negara (BMN) TA 2023 dan Berita Acara Serah Terima (BAST) Operasional TPST.

Infrastruktur Pengolahan Sampah Modern untuk Kota Bandung & Kota Cimahi

1. Kota Bandung: TPST Nyengseret, Tegalega, dan Holis

adv pupr

Papan Nama TPST Holis di Kota Bandung

Di Bandung, ISWMP hadir lewat tiga TPST, yakni Nyengseret, Tegalega, dan Holis II. Total kapasitasnya lebih dari 100 ton per hari, melayani ratusan ribu warga. Sampah yang terkumpul tidak lagi menumpuk begitu saja, melainkan diolah menjadi RDF (Refuse Derived Fuel), biomassa, kompos, hingga material daur ulang bernilai ekonomi.

Ketiga TPST ini memiliki peran masing-masing. TPST Nyengseret berkapasitas 30 ton per hari, melayani enam kelurahan dengan total 75 ribu jiwa. TPST Tegalega dengan kapasitas 25 ton per hari berfokus pada pengolahan sampah taman kota dan anorganik. Sementara itu, TPST Holis II menjadi yang terbesar dengan kapasitas 46 ton per hari, melayani delapan kelurahan dan 140 ribu jiwa. Secara total, lebih dari 100 ton sampah per hari kini dapat ditangani secara lebih efektif. Agar keberlanjutan operasional terjaga, pemerintah menyiapkan pendampingan teknis 3-12 bulan untuk memastikan SDM lokal benar-benar menguasai sistem pengelolaan fasilitas ini.

Namun, ISWMP tidak berhenti di pembangunan infrastruktur. Program ini juga mendorong pembaruan kebijakan: mulai dari peninjauan ulang Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah agar lebih sesuai dengan realitas di lapangan, hingga evaluasi tarif retribusi agar lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.

Di sisi sosial, hadirnya program Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM) menjadi kunci perubahan perilaku. Melalui sosialisasi, edukasi, hingga kampanye publik, warga didorong untuk menjadikan memilah sampah sebagai bagian dari rutinitas sehari-hari. Dengan kombinasi infrastruktur modern, regulasi yang kuat, dan partisipasi warga, Bandung perlahan menata sistem persampahannya menuju arah yang lebih bersih, berdaya guna, dan berkelanjutan.

2. Kota Cimahi: TPST Sentiong & TPST Lebak Saat

adv pupr

TPST Sention di Kota Cimahi

Di Kota Cimahi, Program ISWMP diwujudkan melalui dua Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yakni, Sentiong dan Lebak Saat. TPST Sentiong berkapasitas 50 ton per hari berfokus pada pengolahan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) yang dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif. Sementara itu, TPST Lebak Saat dengan kapasitas 10 ton per hari mengolah sampah organik menggunakan teknologi larva Black Soldier Fly (BSF), menghasilkan pupuk dan pakan ternak. Kedua fasilitas ini melayani sekitar 90 ribu jiwa di tiga kelurahan dan dilengkapi dengan pendampingan operasional selama 12 bulan untuk memastikan SDM lokal mampu mengelola secara efektif serta menjalin koordinasi yang kuat dengan masyarakat.

adv pupr

Hasil Pengolahan Sampah di TPST Lebak Saat

Namun, keberhasilan Cimahi tidak hanya terletak pada pembangunan fasilitas. ISWMP juga hadir memperkuat aspek regulasi dengan pendampingan penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Sampah, sekaligus mendorong partisipasi aktif masyarakat melalui program Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM). Kombinasi infrastruktur modern, regulasi yang jelas, dan keterlibatan warga menjadikan Cimahi memiliki sistem persampahan yang lebih kokoh dan berkelanjutan. Dengan pendekatan menyeluruh ini, Cimahi menargetkan capaian berani, yaitu 'Zero to TPA 2026'.

Dari Masalah Menjadi Harapan

ISWMP masuk dalam daftar 20 Game Changer RPJPN 2025-2045. Target besarnya adalah menekan jumlah residu sampah yang masuk ke TPA hanya 12%. Sisanya diolah menjadi energi alternatif, kompos, atau material daur ulang. Kota Bandung dan Cimahi menunjukkan, dengan kombinasi infrastruktur modern, regulasi yang kuat, serta keterlibatan masyarakat, masalah sampah bisa diubah menjadi peluang. Bukan hanya lingkungan lebih bersih, tapi juga tercipta potensi ekonomi baru.

Lewat PPAM, masyarakat diajak mengambil peran sejak dari rumah: memilah dan mengolah sampah. Partisipasi aktif ini membawa kita selangkah lebih dekat dengan pengurangan sampah ke TPA dan berakhirnya praktik open dumping.

ISWMP membuktikan, ketika infrastruktur, kebijakan, dan warga bergerak bersama, sampah bukan lagi masalah, melainkan sumber harapan. Kini saatnya kita ikut serta-mulai dari rumah, pilah sampah, dan jadikan kebiasaan kecil ini sebagai investasi besar untuk masa depan kota yang bersih, sehat, dan berkelanjutan.

(adv/adv)

Berita Terkait