Kisah UMKM Banyumas & Banjarnegara: Merawat Tradisi, Guncang Pasar Dunia

Kisah UMKM Banyumas & Banjarnegara: Merawat Tradisi, Guncang Pasar Dunia

Advertorial - detikFinance
Selasa, 25 Nov 2025 00:00 WIB
adv_bank indonesia
Foto: Inkana Putri/detikcom
Purwokerto -

Di tengah pasar yang kian dinamis, UMKM justru tampil sebagai sektor yang tetap moncer dan tangguh. Mereka terus bergerak, berinovasi, dan menjaga kualitas agar tetap relevan dan melesat lebih jauh.

Di Desa Bawang, Banjarnegara misalnya, UMKM pengolah mocaf (modified cassava flour) terus menunjukkan kiprahnya sebagai kekuatan pangan lokal. Dengan memanfaatkan singkong sebagai bahan utama, warga setempat mampu menghadirkan produk bernilai tinggi sekaligus membuka peluang baru.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berawal dari mendengar keluhan petani tentang rendahnya harga singkong, Riza Azyumarridha Azra pun mulai terjun ke dunia pengolahan mocaf. Saat itu, singkong hanya dihargai Rp 200 per kg sehingga membuat petani mogok panen.

"Kami mengawalinya dari tahun 2015. Waktu itu ada petani singkong ngeluh sambil meneteskan air mata karena harga singkong 200 perak per kilo. Dia bilang punya lahan hampir 1 hektare, dibiarkan membusuk di lahan, karena singkongnya kalau dipanen malah rugi gitu," kata Riza kepada detikcom.

"Terus yang kedua yang membuat miris itu Indonesia tahun 2016 penghasil singkong terbesar kedua setelah Brazil. Di sisi lain impornya terbesar sedunia. Dan dari data BPS yang kami peroleh, hampir 98% petani singkong di Indonesia berada di bawah garis kemiskinan," imbuhnya.

Riza adalah sosok di balik PT Rumah Mocaf Indonesia, UMKM di Banjarnegara yang sukses mengangkat nilai tambah singkong lewat inovasi mocaf-tepung singkong yang termodifikasi. Berawal membuat tepung mocaf seorang diri, kini Riza telah memiliki 33 karyawan tetap, serta memberdayakan warga dan petani sekitar.

"Jumlah karyawan kami sudah ada 33 yang tetap dan kami memberdayakan masyarakat sekitar. Rumah Mocaf terbagi menjadi tiga klaster, pertama klaster petani singkong. Kemudian, klaster ibu-ibu perajin mocaf. Jadi ibu-ibu yang tadinya menganggur di desa-desa, kita berdayakan untuk mengupas singkong, sampai menjadi chip mocaf. Klaster ketiga itu anak-anak muda untuk branding, packaging, pemasaran, R&D, dan sertifikasi," paparnya.

Saat ini ia juga telah menggandeng sekitar 1.000 petani dari berbagai desa sebagai pemasok singkong. "Kalau total terdata ada 650 petani. Cuma kalau yang setor ke kita sampai 1.000 petani karena kita punya standar harga beli di Rp 1.500 per kg, di atas harga standar nasional sebesar Rp 1.350 per kg," lanjutnya.

Bawa Pangan Lokal Tembus Pasar Global

adv_bank indonesia

Owner Rumah Mocaf Indonesia (Foto: Inkana Putri/detikcom)

Tak hanya sukses di ranah lokal, Rumah Mocaf Indonesia sukses membawa singkong mendunia di pasar global. Lewat dukungan Bank Indonesia (BI) melalui Kantor Perwakilan BI (KPwBI) Purwokerto, Riza pun bisa membuka toko di platform Alibaba dan mendapatkan berbagai buyer dari mancanegara.

"Kita pernah difasilitasi BI untuk bikin lapak di Alibaba. Di situ, kalau kita buka lapak kan Rp 70 juta per tahun untuk satu toko. Dari situ kita dapat buyer di luar negeri agak banyak," ucapnya.

Tak hanya itu, Riza juga kerap berkesempatan mengikuti pameran baik di dalam maupun luar negeri yang difasilitasi Bank Indonesia.

"Pameran internasional yang difasilitas BI, namanya di MIHAS (Malaysia International Halal Showcase) tahun 2019. Terus setelah itu, pernah difasilitasi ke Istanbul, Turki dan Hannover, Jerman. Lalu pernah juga di Seoul, Tokyo dan Amerika. Kan di sana ada BI New York yang membantu memasarkan produk kami di sana," ucapnya.

Teranyar, Rumah Mocaf Indonesia baru saja melepas ekspor ke China. Lewat ajang Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2025, Riza juga melakukan penandatagan MoU dengan buyer di Dubai,

"Di ISEF alhamdulillah deal dengan buyer Dubai itu 1.000 ton setahun nilainya USD 1,3 dolar atau sekitar Rp 20 miliar. Hingga kini, yang paling sering kita masih berlanjut ekspor ke Turki," paparnya.

Perkenalan Riza dengan Bank Indonesia memang telah terjalin lama. Berawal dari Bank Indonesia yang mengenalkan produknya kepada masyarakat lewat Pasar Murah di tahun 2017 hingga bantuan hadirnya bantuan mesin pembuat tepung.

"Waktu itu di saat mulai putus asa, datang Bank Indonesia pesan 1.000 bungkus untuk menggantikan sembako yang tadinya tepung terigus, diganti dengan tepung mocaf yang lokal," ucapnya.

"Pertama sekali itu kita juga difasilitasi mesin untuk membuat tepungnya. Kemudian, kami juga pernah difasilitasi untuk digitalisasinya berupa laptop dan kamera untuk membuat konten," lanjutnya.

Seluruh usaha Riza pun berbuah hasil, kini Rumah Mocaf Indonesia mampu meraup omzet hingga Rp 570 juta perbulan. Bahkan, kini menjadi bagian dari program prioritas pemerintah Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).

"MBG Kita sudah teken MoU dengan 6 dapur MBG di Banjarnegara dan kami juga koordinasi dengan Wakil Bupati Banjarnegara kan Ketua Satgas MBG. Insyaallah setelah dapurnya sudah mulai berjalan dan settle, kita akan masuk," kata Kepada Desa Bawang, Kec. Bawang, Kabupaten Banjarnegara, Galih Purwandaru.

"Jadi tepung mocaf akan dibuat untuk membuat gorengan, pancake dan lainnya. Kita tidak ingin menyingkirkan tepung terigu, tapi setidaknya ada porsi bagi produk lokal mocaf," paparnya.

Mandiri Lewat Pertanian Organik

adv_bank indonesia

Gapoktan Marsudi Lestari Desa Dawuhan, Kabupaten Banyumas (Foto: Inkana Putri/detikcom)

Bergeser ke Kabupaten Banyumas, tepatnya di Desa Dawuhan, para petani berhasil memberdayakan pertanian organik. Budidaya ini berawal dari kekhawatiran petani akan tanah yang rusak sehingga menurunkan produksi beras.

"Awalnya itu karena (khawatir) rusaknya tanah, sakitnya tanah. Terus hasil produksinya menurun, sulitnya mendapatkan pupuk sehingga kita berpikir bersama sebagai teman-teman untuk menjadi (bertani) organik," ungkap Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Marsudi Among Tani, Slamet.

Akhirnya di tahun 2017, Slamet dan para petani lainnya mulai bertani organik. Berawal dari 3,5 hektare di tahun 2024, kini tanah yang digarap mengalami perluasan sekitar 5 hektare. "Untuk produksi gabah, sampai saat ini rata-rata 6-7 ton gabah kering per musim tanam. Tapi kemarin di musim tanam 1 di tanggal 22 ini, ada yang mencapai 8,4 ton," katanya.

Selain menghasilkan beras organik, Gapoktan Marsudi Among Tan juga menghasilkan produk turunannya, termasuk pupuk. Dengan begitu petani tak lagi kesulitan bertani jika ada kelangkaan pupuk subsidi.

"Dari jeraminya kita kembalikan ke lahan untuk pupuk padatnya. Dari berasnya kita wajib konsumsi sendiri dan jual ke konsumen. Dari menirnya, untuk bikin tepung dan bisa untuk makanan. Ada pun untuk bekatulnya, kita olah menjadi minuman. Dari sekamnya kita olah jadi pupuk asap cair," katanya.

"Untuk produk berasnya, di tahun ini, dengan adanya Koperasi Desa Merah Putih di Desa Dawuhan, kami juga berperan sebagai penyedia stok," tambahnya

adv_bank indonesia

Bantuan rice milling unit dari Bank Indonesia (Foto: Inkana Putri/detikcom)

Slamet mengatakan keberhasilan budidaya ini tentunya tak lepas dari adanya bantuan rice milling unit dari Bank Indonesia. Selain itu Bank Indonesia juga kerap memberikan bantuan alat produksi lainnya hingga pelatihan inovasi produk.

"Untuk pemberian bantuan dari BI tahun 2022 berupa rice mill khusus produk beras organik. Ada juga vakum dan timbangan digital untuk proses packaging. Dan untuk pencegahan hama dan penyakitnya ini pakai pupuk asap cair, yang kebetulan alat penyulingannya juga dari Bank Indonesia. Teman-teman petani dan Kelompok Wanita Tani (KWT) juga mendapatkan pelatihan tentang produk turunannya," jelasnya.

Berkat budidaya pertanian organik, kini para petani di Desa Dawuhan kian mandiri. Tak hanya hasil beras organik dikonsumsi sendiri, petani juga tak lagi bergantung dengan pupuk subisi.

"Untuk kebutuhan pupuk seperti beberapa waktu lalu mengalami kesulitan, alhamdulillah karena sebagian petani di Dawuhan sudah bertani organik, bisa meminimalisir hal tersebut. Jadi bisa subsidi silang sehingga yang memang tidak punya kuota menggunakan dari kuota pupuk milik petani organik," papar Kepala Desa Dawuhan, Ruswanto.

Jaga Kelestarian Wastra Khas Banyumas

adv_bank indonesia

Perajin Batik Banyumas di Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto (Foto: Inkana Putri/detikcom)

Selain kaya akan potensi pangan lokal, Indonesia juga kaya akan wastra Nusantara, termasuk batik Banyumas. Meski batik Banyumas tak sepopuler batik Solo atau Jogja, hal ini tak menyurutkan niat Slamet Hadipriyanto (56) untuk melestarikannya. Lewat galeri Batik Banyumas Hadipriyanto, Slamet mempertahankan eksistensi warisan kain tradisional, dan juga dentitas lokal yang telah diwariskan turun-temurun.

"Batik Banyumas kita aslinya di Bobotsari, terus dikelola sama ayah saya. Ayah saya pindah ke Banyumas tahun 1957 karena disini banyak pembatik dulu. Dalam melestarikan batik, kita banyak sekali tantangannya, terutama terhadap ketidakpopuleran batik Banyumas. Kedua, saat itu kita kesulitan untuk bisa ngikutin perkembangan model," ucap Slamet.

Slamet bercerita awalnya hanya berfokus di batik tulis saja, namun saat ini usahanya telah merambah batik printing, cap hingga tenun. Perkembangan ini diaikui Slamet tak lepas dari dukungan Bank Indonesia.

"Kita kenal dengan BI sudah lama sejak BI membina batik di Papringan dan kita mulai diajak. Kita juga diajak ke pameran seperti Karya Kreatif Indonesia.. Bahkan kita dapat bantuan dari BI berupa alat printing lilin. Karena kita cerita kesulitan pembatiknya, dan solusinya adalah batik printing pakai lilin," paparnya.

Kini, produk Batik Banyumas Hadipriyanto telah dikenal masyarakat lebih luas. Terlebih saat ini Slamet dan timnya telah memanfaatkan media pemasaran digital mulai dari Instagram, TikTok dan WhatsApp. Dalam sebulan, ia dapat meraup omzet Rp 100-150 juta per bulan.

Hingga kini, ia terus berinovasi mengembangkan produknya menjadi produk siap pakai agar bisa relevan dengan pasar. "Harapannya, semoga batik Banyumas banyak dikenal, jadi tidak sekedar batik Solo, dan Jogja. Bahkan batik Banyumas itu bisa sampai mendunia," katanya.

BI Purwokerto Terus Gencarkan Dukungan bagi UMKM

adv_bank indonesia

Kepala KPw Bank Indonesia Purwokerto (Foto: Inkana Putri/detikcom)

Peran UMKM dalam menunjang perekonomian di daerah memang kian signifikan. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto, Christoveny mengatakan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah kerjanya (Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara) mencapai 70%.

"Hampir dari 70 persen pangsa perekonomian daerah itu dari UMKM, dan kontribusinya besar. Buktinya pertumbuhan ekonomi Banyumas, saat ini, 6,8 persen itu juga kontribusi dari UMKM," jelasnya.

Christoveny mengatakan saat ini pihaknya memiliki lebih dari 180 UMKM binaan. Mereka terdiri dari klaster ketahanan pangan, wastra, makanan dan minuman olahan, kerajinan tangan hingga wisata.

"Untuk binaan sendiri sudah hampir di atas 180-an UMKM, tapi untuk mitra banyak sekali mencapai lebih 300 UMKM. UMKM Binaan kita itu diselaraskan tentu dengan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia dalam hal pengendalian inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," katanya.

Untuk mendorong UMKM kian melesat dan naik kelas, Bank Indonesia juga terus memberikan bantuan intensif mulai dari pembinaan hingga bantuan alat. Bank Indonesia juga memberikan pendampingan agar UMKM bisa go digital.

"Kita binaannya terus berkelanjutan, karena suatu produk perlu inovasi terus menerus, perluasan pasar dan kreativitas. Dengan perkembangan yang ada, kita selalu support dan dukung UMKM untuk bisa masuk e-commerce. Kemudian bagaimana mereka bisa maintain kualitasnya di e-commerce. Ada juga sarana digital untuk mereka agar bisa menjual secara online," pungkasnya

(adv/adv)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads