Penilaian tiang pancang monorel dilakukan secara profesional oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Amin, Nirwan, Alfiantori tahun 2013. Lembaga ini independen bersertifikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ditunjuk bersama-sama antara Adhi Karya dan Ortus Holding selaku investor PT Jakarta Monorail.
Namun, penilaian oleh KJPP disebut dianggap pengelembungan oleh investor PT JM. Pihak PT JM memandang nilai tiang pancang sebenarnya adalah Rp 130 miliar.
"KJPP mentafsir Rp 193 miliar. Itu KJPP yang terdaftar di OJK," kata Direktur Utama Adhi Karya Kiswodarmawan di kantor pusat Adhi Karya, Jakarta, Jumat (21/2/2014).
Setelah keluar penilaian dari KJPP pada 31 Januari 2013, Adhi Karya dan PT JM selanjutnya melakukan pertemuan pada tanggal 18 Maret 2013. Akhirnya disepakati pembayaran biaya konstruksi terhadap tiang-tiang monorel kepada Adhi Karya senilai Rp 190 miliar.
"Kami adakan meeting dengan Ortus. Disepekati pembayaran Rp 190 miliar. Setelah kajian KJPP," kata Kiswo.
Namun, setelah berjalan beberapa bulan. Pada tanggal 30 Oktober 2013, PT JM mengirim surat kepada Adhi Karya yang isinya meminta pembayaran pekerjaan tiang monorel kembali menggunakan perhitungan (due dillegence) BPKP pada tahun 2010. Perhitungan BPKP saat itu, adalah senilai US$ 14,88 juta.
"Pihak JM kirim surat. Isinya minta kembali ke BPKP. Dasar itu, maka direksi ADHI kirim surat ke Gubernur DKI tanggal 16 Desember 2013," jelasnya.
Saat penilaian BPKP tanggal 21 April 2012, kurs rupiah terhadap dolar masih Rp 9.161 sehingga perhitungan nilai ganti rugi sebesar Rp 130 miliar. Namun karena kontrak menggunakan dolar dan nilai kurs saat ini sudah berbeda, maka tidak tercapai kesepakatan antara Adhi Karya dan Jakarta Monorail.
Selanjutnya dilakukan pertemuan yang dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta Jokowi, Direksi Adhi Karya, Direksi Jakarta Monorail. Akhirnya disepakati, kedua belah pihak akan membayar berdasarkan penilaian kurs Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Deadlock di hadapan Pak Jokowi. Biar BPKP yang menyatakan. BPKP ditunggu keputusannya. Itu dipakai dasar semua pihak," jelasnya.
Saat ini, BPKP masih mengkaji kurs yang akan menjadi perhitungan pembayaran. Pada saat proses evaluasi oleh BPKP, ternyata ada tudingan penggelembungan nilai kontruksi yang telah dikerjakan perseroan. Kiswo menyebut tudingan ini sebagai tindakan tidak berdasar.
"Kami sebagai pengurus perseroan Tbk. Kami memiliki landasan UU PT, UU BUMN dan UU Pasar Modal. Kami dapat dari pemberitaan publik. Kami mempertanyakan ke mereka. Ini tudingan keji," sebutnya.
Seperti diketahui, emiten BUMN berkode ADHI tersebut awalnya sebagai kontraktor proyek monorel. Selama tahun 2005 sampai 2007, ADHI mengerjakan kontrak desain dan pengerjaan sipil untuk pembangunan monorel milik PT Jakarta Monorail.
Total pekerjaan kontruksi yang sudah dikerjakan hingga tahun 2007 adalah US$ 14,02 juta. Namun pada saat melakukan penagihan, Jakarta Monorail tidak sanggup membayar dan akhirnya Adhi Karya menghentikan proses kontruksi. Pembayaran tersebut masih belum berjalan hingga saat ini. Meski sudah sempat dimediasa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2008.
(feb/hen)