34 Kasus Keracunan Pangan Terjadi di RI Sepanjang 2016

34 Kasus Keracunan Pangan Terjadi di RI Sepanjang 2016

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Senin, 03 Apr 2017 14:01 WIB
Foto: Fadhly Fauzi Rachman/detikFinance
Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat, di Indonesia, kurun waktu 2011 dan 2015, produk makanan yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan meningkat sekitar 35 persen. Di antaranya sejumlah zat berbahaya yang digunakan sebagai zat adiktif untuk makanan dan adanya kontaminasi mikrobial. Pada 2013 sampai 2015, laporan tentang keracunan makanan yang serius meningkat dari 48 menjadi 61 kasus di 34 provinsi.

Pada tahun 2015, Badan Karantina Perikanan melaporkan tujuh kasus penolakan ekspor ikan ke ltalia, Prancis, Inggris, Rusia, Belgia, Korea Selatan, dan Kanada karena kandungan merkuri dan mikrobial yang berlebihan.

Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Imran Agus Nurali, mengatakan secara global Insiden keracunan makanan meningkat dan mengakibatkan terjadinya gangguan dalam sistem perdagangan internasional. Peran dan tanggung jawab kementerian lembaga sangat berbeda, dan memungkinkan terjadinya miskoordinasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Insiden keracunan pangan di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 26%, dari 132 kejadian luar biasa penyakit dan keracunan pangan," ungkap Imran di Hotel Park Lane, Jakarta, Senin (3/4/2017).

Artinya, ada sekitar 34 kasus keracunan pangan di Indonesia tahun lalu. Imran mengatakan, untuk mengatasi masalah itu, sistem pengawasan pangan yang terintegrasi sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan konsumen dan memastikan pangan selama produksi, distribusi dan lainnya sesuai dengan syarat mutu pangan.

"Untuk membangun food control di Indonesia perlu adanya kolaborasi multisektor agar sistem tersebut berjalan sesuai dengan regulasi masing-masing sektor. Diharapkan dengan adanya food control system dari hulu ke hilir termasuk berbasis laboratorium, itu diharapkan kita punya data sampai ke tingkat penyebabnya. Dari makanan apa, sehingga bisa kita larikan ke hulunya penyebab tersebut," kata dia.

Sementara itu, Perwakilan FAO di Indonesia Mark Smulders, mengatakan pihaknya terus berkomitmen untuk keamanan pangan dengan dukungan pemangku kebijakan masyarakat, dan menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas makanan yang penting dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi.

Oleh karenanya, BPOM dan Kementerian Kesehatan, bersama dengan FAO dan WHO, menggelar workshop assesement sistem pengawasan makanan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pihak-pihak yang berwenang, dalam keamanan makanan untuk melakukan penilaian sendiri terhadap sistem pengawasan mereka.

"Sistem pengawasan makanan nasional yang efektif dibutuhkan untuk melindungi kesehatan konsumen dan untuk memastikan perdagangan makanan dilakukan dengan cara-cara yang baik. Makanan yang aman akan menguntungkan semua orang," tuturnya. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads