"Diputuskan Mei 2008, tapi baru kami terima 7 Januari (2009) kemarin," kata kuasa Pertamina, Amir Syamsuddin, ketika dikonfirmasi detikFinance, Kamis (8/1/2008).
Amir menjelaskan, sengketa ini berawal dari keputusan KPPU yang menyatakan Pertamina telah melanggar UU No 5 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat dalam penjualan VLCC. Pertamina dinyatakan bersalah telah melanggar pasal 19 huruf d dan pasal 22 UU no 5 tahun 1999.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertamina kemudian menggugat KPPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dan memenangkannya. Majelis hakim PN Jakpus menyatakan keputusan KPPU tidak memiliki dasar yang kuat dan bahwa penjualan tanker itu telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Namun, KPPU yang tidak terima dengan keputusan hakim lantas mengajukan kasasi dan dimenangkan oleh MA pada 2005 lalu. Pertamina pun lantas mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Dengan adanya putusan PK ini berarti membatalkan putusan MA No. 04 K/KPPU/2005 tanggal 29 November 2005 dan pada pokoknya menyatakan tidak ada penyimpangan atau pelanggaran dalam divestasi VLCC" kata Amir.
Dalam salinan putusan yang diterima detikcom disebutkan, MA mengabulkan PK dari pemohon antara lain, PT Pertamina, Goldman Sachs (Singapura), dan PT Perusahaan Pelayanan Equinox. Keputusan diambil dalam musyawarah hakim yang diketahui Atja Sondjaja dengan Mieke Komar, Rehngena Purba sebagai anggotanya.
Majelis hakim membenarkan adanya kekhilafan hakim sebelumnya dalam memutus perkara antara Pertamina dan KPPU ini. Penjualan VLCC tidak lagi terkait dengan Menteri Keuangan, karena berdasarkan PP No 41/2003, kewenangan Menkeu telah dilimpahkan ke Menteri Negara BUMN, yang pada waktu itu dijabat oleh Laksamana Sukardi. Dan Laks pun telah memberikan persetujuan untuk keperluan divestasi VLCC.
"Lagipula, karena Pertamina sudah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), maka seluruh asetnya berubah menjadi aser Pertamina dan tidak lagi menjadi aset negara," kata majelis.
Penunjukkan langsung Goldman Sachs sebagai konsultan tender penjualan tanker juga disebutkan tidak menyalahi pasal 19 huruf d UU No 5/1999. Sebab para pelaku usaha menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Kemudian, ditunjuknya Frontline sebagai pemenang tender atas VLCC tidak melanggar pasal yang sama, karena perusahaan tersebut adalah penawar tertinggi, yaitu sebesar US$ 184 juta. Kedua bidder Essar dan OSG ternyata gagal sekalipun kesempatan telah diberikan.
"Bahwa penunjukkan Frontline sebagai pemenang, tidak menimbulkan kerugian, bahkan menimbulkan keuntungan sebesar US$ 54 juta," jelas majelis.
(irw/qom)