Ekonomi Aceh Tak Bisa Andalkan Migas Lagi

Ekonomi Aceh Tak Bisa Andalkan Migas Lagi

- detikFinance
Jumat, 08 Mei 2009 09:05 WIB
Jakarta - Masa-masa kejayaan cadangan minyak dan gas di Nanggroe Aceh Darussalam usai. Provinsi paling barat itu tidak bisa lagi mengandalkan sektor migas untuk pertumbuhan ekonominya.   

Bank Indonesia mencatat perekonomian Aceh masih mengalami penurunan pada triwulan I-2009. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) triwulan I-2099 diperkirakan turun sekitar minus 4,6% (yoy) bila dibandingkan triwulan I-2008.

Pertumbuhan negatif tersebut merupakan lanjutan penurunan tahun-tahun sebelumnya yang dipengaruhi oleh menipisnya cadangan gas bumi di blok Arun yang diperkirakan habis pada tahun 2014.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti dilansir dari BI, Jumat (8/5/2009) ekonomi Aceh justru masih bisa tumbuh jika mengabaikan sektor migas. 
PDRB tanpa migas triwulan I-2009 tumbuh sebesar 4,4%, meningkat dibandingkan pertumbuhan PDRB tahun 2008 yang sebesar 1,9%.

Pertumbuhan positif tersebut didorong oleh peningkatan produksi beberapa sektor utama Aceh seperti sektor pertanian dan sektor perdagangan. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tanpa migas didorong oleh konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah.

BI juga mencatat inflasi Aceh pada triwulan I-2009 menunjukkan tren penurunan. Bila pada triwulan IV-2008, inflasi Banda Aceh dan Lhokseumawe masing-masing sebesar 10,27% dan 13,78%, maka pada triwulan ini inflasi masing-masing kota tercatat sebesar 6,99% dan 9,54%.

Secara umum, penurunan inflasi tersebut terjadi di seluruh kelompok barang dan jasa. Melambatnya laju inflasi di sebabkan berkurangnya tekanan dari sisi demand yakni berakhirnya kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, sedangkan dari sisi supply terjadi peningkatan produksi dan membaiknya jalur distribusi di Aceh.

Sedangkan kinerja perbankan menunjukkan penurunan khususnya dilihat dari penghimpunan Dana Pihak Ketiga. Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan ini turun sekitar 11,95% dari Rp20,46 triliun pada posisi Desember 2008 menjadi Rp 18,02 triliun. Hal ini berimbas pada turunnya aset perbankan dari Rp 28,56 triliun menjadi Rp 25,23 triliun.

Penurunan DPK tersebut terjadi pada simpanan giro terutama milik perseorangan dan swasta lainnya. Penurunan tersebut juga diikuti dengan penurunan jumlah rekening giro. Hal ini diduga karena adanya peningkatan kebutuhan pembayaran terkait persiapan Pemilihan Umum 2009.

Penyaluran kredit tetap tumbuh meskipun tidak signifikan. Penyaluran kredit sampai dengan triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp9,64 triliun atau tumbuh 2,7% dibandingkan posisi Desember 2008. Akibatnya, Loan to Deposit Ratio (LDR) pun meningkat dari 45,85% menjadi 53,48%.

Risiko kredit dan likuiditas perbankan Aceh diperkirakan masih terjaga. Risiko penyaluran kredit yang tergambarkan dari rasio Non Performing Loans (NPL) terlihat masih dalam batas aman (kurang dari 5%) yakni 2,44% pada triwulan I-2009. Sedangkan risiko likuiditas juga sangat rendah, mengingat rasio kredit terhadap DPK masih rendah. Ketersediaan dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat cukup besar yakni sekitar Rp8,38 triliun.

Meski ekonomi Aceh di triwulan I-2009 memble, namun prospek pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2009 diperkirakan lebih baik.

Pertumbuhan dengan migas diperkirakan pada kisaran -3,0 Âą 1% (year on year), lebih baik dibandingkan triwulan I-2009. Pertumbuhan tanpa migas diperkirakan meningkat, pada kisaran 6,0 Âą 1.

Dari sisi pengeluaran, belanja pemerintah daerah diperkirakan meningkat signifikan dengan mulai dilelangnya proyek-proyek APBA 2009. Selain itu anggaran belanja tersebut baik rutin maupun non-rutin mengakami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari sis sektoral, sektor pertanian diperkirakan mengalami peningkatan, khususnya pada sub-sektor peternakan, perikanan dan perkebunan melanjutkan trend triwulan sebelumnya. Sektor industri pengolahan diperkirakan juga akan meningkat dengan kembali masuknya pasokan gas untuk menghidupkan kembali Pabrik Unit 2 PT. Pupuk Iskandar Muda. Sedangkan sektor perdagangan diperkirakan akan mendapat limpahan permintaan, khususnya dari pengadaan barang dan jasa yang akan ditender pemerintah daerah mulai bulan Mei 2009.

Laju inflasi juga diperkirakan menurun pada triwulan II-2009. Dampak kenaikan harga BBM semakin berkurang. Dari sisi supply, peningkatan produksi khususnya pada pertanian dan peternakan dan membaiknya jalur distribusi akan mengurangi tekanan inflasi.

Dari sisi demand, permintaan diperkirakan stabil dengan tidak adanya perayaan hari keagamaan, meskipun ada tekanan permintaan terkait kegiatan Pemilihan Umum 2009 yang relatif tidak signfikan tekanan inflasinya.

(ir/ir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads