Kontrak berjangka CPO untuk pengiriman 3 bulan pada Jumat (15/5/2009) akhir pekan lalu melonjak ke level RM 2.600 per ton, dibandingkan RM 2.000 pada 31 Maret lalu.
Lonjakan harga yang cepat itu langsung memicu keluhan tentang aksi spekulasi di pasar. Menurut seorang pilang, selama 31 Maret hingga 29 April, harga kontrak CPO 3 bulan telah melonjak hingga RM 400 per ton, dalam volume perdagangan yang tidak terlalu tinggi. Dan fakta itu dinilainya merupakan sebuah pertanda terjadinya spekulasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Chief Market Operations Officer Bursa Malaysia, Devanesan Evanson menegaskan, berdasarkan analisisnya, perubahan harga baru-baru ini adalah sehubungan dengan tingginya ketertarikan di pasar kontrak CPO yang berdenominasi Ringgit, ditambah dengan kenaikan harga dari minyak edible dan minyak mentah.
Pihak Bursa Malaysia sudah menyatakan, spekulator memainkan peranan penting di pasar namun harga tersebut merupakan refleksi yang sesungguhnya dari permintaan dan penawaran.
"Pembeli dan penjual spekulatif menciptakan semangat di pasar. Untuk keberhasilan pasar berjangka, maka penting sekali ada spekulator dan pelindung (Hedgers)," yujarnya.
Menurutnya, para hedger murni tidak akan cukup untuk menciptakan pasar berjangka CPO yang likuid.
"Partisipan spekulator akan dapat mengambil risiko dari sisi lain hedger menambah likuiditas sehingga mempermudah para hedger untuk melakukan lindung nilai," jelasnya.
Kenaikan harga CPO hingga RM 2.600 juga menimbulkan kekhawatiran bisa menciptakan risiko bagi para pelaku. Karena jika harga turun menjadi RM 2.100 atau RM 2.200, maka importir CPO besar seperti China dan India akan mulai gagal bayar atau default.
"Kami tidak dalam posisi untuk mengomentarai risiko gagal bayar para importir seperti China dan India di pasar fisik CPO. Namun di pasar berjangka, investor bisa melindungi risiko harga dari pasar fisik CPO," ujar Devanesan.
(qom/qom)