Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (Gappi) Anton Supit mengatakan, keberadaan rumah potong seharusnya bukan hanya dilihat dari sisi entitas bisnis saja, tetapi juga sebagai stabiliator harga daging ayam atas kemampuannya memproduksi daging ayam beku.
Disisi lain, lanjut Anton, masih kuatnya permintaan masyarakat Indonesia atas daging ayam langsung dipotong di pasar membuat produk daging ayam produksi rumah potong khususnya untuk produk beku belum mendapat perhatian masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengharapkan, rumah potong tradisional yang saat ini sudah beroperasi hingga puluhan ribu dapat mempertimbangkan membangun rumah-rumah potong modern. Terlebih lagi pada April 2010 nanti Pemda DKI melarang ayam hidup masuk Jakarta melainkan dalam bentuk daging ayam saja dalam rangka menekan penyebaran flu burung.
"Ini harus diikuti oleh kesiapan dari rumah potong. Jadi perlu ada rumah potong yang bisa dikelola melalui koperasi," harapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pusat Informasi Pasar Unggas(Pinsar) Hartono mengatakan, saat ini pertumbuhan rumah potong ayam yang berskala modern mulai berkembang meski belum pesat. Setidaknya saat ini jumlahnya masih 22 rumah potong di Indonesia.
Saat ini kata dia, kontribusi rumah potong ayam telah mencapai 15% dari total kebutuhan ayam di dalam negeri, atau mengalami kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya 5%. Meskipun untuk masuk ke dalam sektor ini, lanjut dia, setidak diperlukan investasi US$ 50 per ayam atau total investasi hingga diatas US$ 20 juta.
"Di Jabodetabek saja kebutuhan daging ayam per harinya mencapai 1,2 juta ekor," katanya.
(hen/ang)