Gurandil Pongkor, Memburu Kilau Emas Menantang Maut

Gurandil Pongkor, Memburu Kilau Emas Menantang Maut

- detikFinance
Selasa, 01 Des 2009 09:10 WIB
Bogor - Kawasan penambangan emas Gunung Pongkor, wilayah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Bogor Jawa Barat sudah lama menjadi  buah bibir masyarakat sebagai tempat mengadu nasib mencari keuntungan kilauan emas.

Dibalik itu pongkor terkenal dengan peristiwa-peristiwa tragis menimpa para penambang emas liar yang biasa  disebut 'Gurandil', yang kerap tertimbun tanah atau keracunan saat menambang emas.

Giman salah satu gurandil warga Cisarua Nanggung Bogor, berpandangan bahwa fenomena gurandil akan terus abadi jika pemerintah tidak memberikan jalan keluar terhadap masalah penambangan emas rakyat khususnya di wilayah Pongkor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penambangan atau proses pengolahan emas secara 'liar' seakan menjadi momok yang sulit dibendung, padahal ancaman lingkungan terkait penggunaan mercury (air raksa) sudah mengintai.

"Orang pemda memang datang ke desa, pihak kantor desa memberikan penyuluhan, soal bahaya mercury. Ada memang bahayanya kita sadar itu, tapi kalau tidak ada jalan keluarnya kita bingung," katanya kepada detikFinance saat ditemui di rumahnya di desa Cisarua Kecamatan Nanggung, Bogor, Minggu (29/11/2009).

Dikatakannya kenekatan gurandil tidak terlepas dari tuntutan hidup para gurandil, meskipun dibalik gurandil banyak pemodal-pemodal besar yang justru merauk keuntungan besar dari kenekatan para gurandil.

"Kita para gurandil kalau perlu siap ditembak dari pada anak tidak makan," katanya.

Ia mengharapkan agar pemerintah daerah bisa mencari jalan keluar untuk lebih memberdayakan masyarakat agar tidak ketergantungan dengan usaha menambang dan mengolah emas. Keinginan untuk berubah mencari pekerjaan yang layak, sudah lama ia inginkan.

"Seandainya sekarang ada yang menawarkan pekerjaan Rp 50.000 sehari saja saya pilih tinggalkan ini (usaha gelundung mengolah emas), atau buka usaha yang lain," keluhnya.

Selain itu kata dia, masyarakat lokal di kawasan Pongkor sering mengalami kecemburuan sosial terkait akomodasi serapan tenaga kerja PT Aneka Tambang (Antam) yang hanya menyerap sedikit warga setempat untuk direkrut menjadi pegawai. Umumnya warga lokal hanya direkrut di pekerja kasar dengan jumlah terbatas.

"Boleh saja tambang ditutup asalkan orang warga sini bisa kerja. Sekarang ini hanya terserap 30%,  itu pun dibagian kasar yang gajinya paling Rp 900.000 per bulan," ketusnya.

Giman mengaku saat ini jumlah para gurandil pendatang yang mengadu nasib mulai berkurang, karena sudah banyak ditemukan wilayah-wilayah penambangan emas baru di Indonesia seperti Aceh, Kalimantan yang dianggap prospek oleh para gurandil.

Meskipun saat ini Pongkor masih menjadi primadona bagi gurandil, termasuk gurandil yang berada di kawasan Pongkor, mengingat label masyarakat umum terhadap penduduk sekitar kawasan Pongkor sudah sangat kental dengan memberi cap sebagai gurandil.

Ia sempat mencerikan pengalamannya saat menjadi gurandil aktif menggali lubang. Beberapa tahun lalu, lanjut dia, masyarakat masih bebas menggali lubang namun sekarang ini pihak Antam sudah sangat ketat mengawasi wilayah areal penambangan Pongkor.

"Dahulu itu diantara guradil ada semacam bos lubang, bos ini lah yang meminta  bayaran per jam. Kalau lubangnya dianggap bagus satu jam  bisa sampai Rp 200.000- 500.000," katanya.

Dari tarif tersebut biasanya gurandil yang akan menggali dengan memperkirakan untung ruginya dan kemampuan dia untuk mengeruk sebanyak-banyaknya tanah-tanah yang diduga mengandung emas. Biasanya jika nasib sedang mujur keuntungan bersih sebesar Rp 1 juta setiap hari bisa diraih.

Keuntungan tersebut setelah dipotong dari biaya-biaya lainnya seperti ongkos pikul, ongkos  menumbuk tanah  dan dana untuk konsumsi selama beroperasi.

"Kalau dulu sih bisa untung Rp 1 juta satu hingga dua hari," katanya.

Namun kata dia, saat ini kondisi sudah berubah, ketatnya pengawasan banyak lubang-lubang gurandil yang ditutup. Bahkan jika ada gurandil yang tertangkap langsung digiring ke Kapolsek setempat.

"Sekarang ini sudah tidak ada lobang (penambangan liar), kalau ada  langsung didinamit (dihancurkan)," katanya.

Kawasan penambangan emas Gunung Pongkor selama satu dekade terakhir cukup terkenal, ribuan orang dari penjuru Nusantara  banyak yang  mengadu nasib untuk menjadi gurandil menggali-gali lobang keberuntungan yang tak jarang harus menjadi lubang maut.

Semenjak 1998 euforia menggali emas di Pongkor sudah menjadi  fenomena, banyak orang kaya mendadak di Pongkor karena berhasil mendapatkan emas tapi banyak juga yang meregang nyawa karena tertimbun tanah.

Kawasan ini juga terkesan tertutup terhadap orang asing, berdasarkan pengamatan detikFinance, tidak mudah mewawancari para gurandil termasuk para para warga yang menjalankan usaha gelundung atau mendulang emas dengan dinamo putar.



(hen/qom)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads