Spesifikasi teknis ini merupakan instrumen sementara sebelum diterapkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi produk-produk tertentu khususnya yang rentan terhadap imbas terburuk perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA).
Sekjen Kementerian Perdagangan Agus Tjahajana mengatakan beberapa produk yang rentan terhadap ACFTA adalah baja, tekstil juga termasuk 228 pos tarif yang akan direnegosiasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita utamakan bagi produk yang kira-kira sangat besar dampak dari pemberlakuan AC-FTA, misalnya baja, tekstil," katanya saat ditemui di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Jumat (5/2/2010).
Ia menjelaskan penerapan spesifikasi teknis bagi barang impor yang masuk bukan bertujuan menahan masuknya barang-barang impor. Namun lebih diutamakan menahan masuknya barang impor yang tidak standar keamanan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan (K3L).
"Menyusun spesifikasi teknis ini, 20 balai besar dikerahkan. Kita nilai dulu mana yang sudah ada SNI, mana yang belum," katanya.
Sementara itu Direktur Industri logam Kementerian Perindustrian I Putu Suryawirawan mengatakan penerapan spesifikasi teknis bagi sektor logam akan dilakukan bagi produk-produk baja yang umumnya sudah ber-SNI namun karena belum selesai dinotifikasi ke WTO sebagai SNI wajib maka instrumen spesifikasi teknis sangat penting digunakan.
"SK menterinya berdasarkan spesifikasi teknis bukan SNI kalau persetujuan dari WTO memerlukan waktu 60 hari. Supaya tidak terlalu menunggu, dikhawatirkan membahayakan pasar dalam negeri, maka memakai spesifikasi teknis," kata Putu.
(hen/dnl)