Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Loppies saat ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (11/2/2010).
"Mereka mempertimbangkan relokasi pabriknya ke Australia, ini pernah disampaikan pada saat Pak Alwin Arifin (Dirut Sriboga) saat bertemu dengan Menteri Perindustrian," ucap Ratna.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bayangkan saja selama 10 tahun para produsen terigu bersaing dengan produk terigu impor yang dumping," katanya.
Hal-hal semacam inilah, lanjut Ratna, yang membuat pelaku terigu skala kecil menjadi resah, apalagi rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mengenai pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) bagi produk terigu asal Turki belum mendapat respon dari kementerian keuangan untuk segera dikenakan BMAD.
"Saya dapat informasi, pembahasan (BMAD) ini ditunda lagi satu minggu, setelah sebelumnya berkali-kali ditunda," katanya.
Ia mengaku tidak habis pikir dengan langkah Kementerian Keuangan yang belum juga menerapkan BMAD. Padahal kata dia, sebagai instrumen tarif seharusnya BMAD akan menambah pendapatan bagi pemerintah. Ratna juga menyangsikan pengenaan BMAD akan mengancam fluktuasi harga terigu termasuk produk turunannya seperti harga mie instan di Tanah Air.
"Produk terigu impor Turki itu mencakup 60% dari 550.000Β ton total impor terigu kita per tahun atau setara dengan produksi 2-3 pabrik terigu skala kecil," katanya.
(hen/dnl)