"Mungkin-mungkin juga, karena kelapa sawit ini komoditi yang ada kompetitornya, seperti rapseed oil," kata Tan Sri Bernard Dompok usai acara Memorandum of Collaborration antara 6 asosiasi sawit Indonesia-Malaysia di Hotel Shangri-La, Jakarta, Jumat malam (5/3/2010).
Ia mengatakan, banyak kemungkinan para NGO yang melaporkan tuduhan miring tidak tahu persis kondisi kedua negara dalam proses menanam kelapa sawit. Sehingga para organisasi pecinta lingkungan tersebut tidak mendapat informasi yang utuh.
"Kekeliruan dari NGO, apa ada yang melihat bentuknya kelapa sawit atau Orang Utan?," katanya.
Sehingga kata dia dengan adanya forum kolaborasi antara produsen-produsen sawit Indonesia dengan Malaysia bisa memberikan kesempatan informasi keadaan yang sebenarnya dalam pengolahan sawit di kedua negara.
"Mereka boleh berbincang dan merumuskan apa yang perlu," katanya.
Sementara itu Menteri Pertanian Suswono menambahkan secara regulasi pemerintah Indonesia sudah sangat tegas dalam hal pembukaan lahan untuk perkebunan khususnya sektor sawit. Ia mencontohkan sudah ada regulasi soal pelarangan pembukaan lahan sawit diatas kedalaman 3 meter.
"Memang dalam setiap areal tidak semuanya memiliki kedalaman flat," kata Suswono.
Seperti diketahui, kedua negara penghasil sawit terbesar di dunia ini kerap kali terkena tuduhan miring dan sepihak oleh lembaga-lembaga pecinta lingungan terkait pembukaan lahan sawit dan prosesnya. Beberapa kasus pembantalan kontrak seperti yang dialami Sinar Mas oleh Unilever menjadi contoh telak masalah ini.
Unilever sebelumnya telah memutuskan kontrak secara sepihak pembelian CPO kepada Sinar Mas (SMART) karena pihak Unilever mendapat laporan dari Green Peace.
(hen/dnl)