Pengadilan Inggris pada Jumat (26/3/2010) akan menetapkan penalti keuangan kepada sebuah perusahaan multinasional yang memberi komisi miliaran rupiah kepada pejabat-pejabat Indonesia.
Dakwaan itu secara terinci menyebut sejumlah mantan pejabat Pertamina, BP Migas dan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam dakwaannya, badan anti korupsi Inggris, Serious Fraud Office, seperti dikutip dari BBC mengatakan uang suap itu membuat penghapusan bensin bertimbal di Indonesia menjadi tertunda. Suap itu ditujukan agar membeli zat additif tetra ethyl lead atau TEL yang dipakai untuk bensin bertimbal, melalui agen mereka di Indonesia.
Mitchel QC dari SFO mengungkapkan, penggunaan TEL untuk bensin mulai dihapuskan di Amerika sejak era tahun 1970-an sehubungan dengan bahayanya pada kesehatan dan lingkungan. Eropa juga sudah menghapuskan penggunaan TEL pada era 2000-an.
Innospec sebagai satu-satunya produsen TEL yang tersisa di dunia pun memfokuskan usahanya di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Mitchell mengatakan, meski dunia sudah bergerak meminta penghapusan penggunaan bensin tanpa timbal karena masalah kesehatan dan lingkunan, namun Innospec terus bergerilya dan memberikan 'pemanis' hingga US$ 17 juta ke pejabat Indonesia selama tahun 1999 hingga 2006.
Menurut berita yang dilansir The Guardian, Jumat (26/3/2010), suap senilai US$ 17 juta atau sekitar Rp 170 miliar itu ditujukan untuk mengamankan order hingga US$ 170 miliar atau sekitar RP 1,7 triliun.
Sebenarnya berdasarkan UU No. 23 tahun 1997, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yaitu PP No. 41 Tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 26 Mei 1999.
Namun menurut Mitchell, dengan adanya suap itu, Indonesia pun akhirnya menunda penerapan bensin bebas timbal hingga tahun 2006.
Kementerian ESDM baru mengeluarkan aturan bensin tanpa timbal pada tahun 2006 melalui Keputusan Dirjen Migas Nomor 3674/K/24/DJM/2006 tentang standar dan mutu BBM jenis bensin yang dipasarkan dalam negeri tertanggal 17 Maret 2006. Peraturan itu diteken oleh Dirjen Migas kala itu, Iin Arifin Takhyan yang merupakan pengganti Rachmat Sudibyo.
TEL atau timbal dikenal sebagai neurotoksin atau racun penyerang syaraf yang bersifat akumulatif dan dapat merusak pertumbuhan otak pada anak-anak. Studi mengungkapkan bahwa dampak timbal sangat berbahaya pada anak-anak karena berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan (IQ).
Selain itu, timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksit yang luas pada manusia dan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa dan meningkatkan spermatozoa abnormal serta aborsi spontan. (qom/dnl)