"Ini adalah penyakit mental, bukan masalah renumerasi dan karena adanya kesempatan yang muncul dan kalau kita anggap ada kelemahan dalam sistem dan prosedur," ungkapnya.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani saat ditemui usai pelantikan eselon II Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di Gedung Kementerian Keuangan, Jumat (26/3/2010).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin tidak (penurunan kepercayaan publik). Dalam artian wajib pajak kan mengharapkan kami,kecuali kalau saya diam dan ditjen pajak tidak merespon. Kalau di pajak ada 30 ribu, ada 1 atau 2 oknum dan kemudian mereka melakukan dan ketahuan setelah terbuka maka kita merespon melalui mekanisme internal," tegasnya.
Sri Mulyani menegaskan jika terbukti Gayus tidak bekerja sendiri maka pihaknya akan melakukan tindakan yang sama seperti yang diterima Gayus.
"Kita lihat yang bersangkutan melakukan secara sistematis dan ada unsur-unsur bantuan dari teman, instansinya, maka kami akan lakukan tindakan yang sama," tegasnya.
Untuk kasus tersebut, Sri Mulyani mengharapkan Dirjen Pajak, Irjen, dan Komite Pengawasan Perpajakan (KPP) modus tersangka melakukan tindakan tersebut. Selain itu, perlu dicari juga kelemahan dari sistem sehingga ada satu pihak yang bisa melakukan pelanggaran.
"Yang lebih penting adalah bagaimana kita bisa mengoreksi sistem kalau sistemnya yang salah mengoreksi prosedur apabila prosedur menjadi salah satu sumber dan mencegah hal itu tidak terjadi lagi. Tidak hanya di bagian ini, mungkin di bagian lain dengan modus yang berbeda," ujarnya.
Seperti diketahui, kasus markus pajak Rp 25 miliar turut menyeret nama pegawai pajak Gayus Tambunan. Sebagai pegawai pajak dengan golongan IIIA, namun kekayaan Gayus cukup membuat geleng-geleng diantaranya rumah mewah di Gading Park View dan apartemen di Cempaka Mas termasuk mobil mewah yang terparkir di halamannya. Pengadilan Negeri Tangeran memvonis Gayus Tambunan bebas dalam perkara penggelapan pajak pada 12 Maret 2010.
(nia/qom)