Kronologi Mundurnya Program Bensin Tanpa Timbal RI

Kasus Suap Bensin Bertimbal

Kronologi Mundurnya Program Bensin Tanpa Timbal RI

- detikFinance
Selasa, 30 Mar 2010 08:30 WIB
Jakarta - Perusahaan Inggris, Innospec Ltd terbukti menyuap sejumlah mantan pejabat migas Indonesia untuk memperlancar penundaan penerapan bensin bebas timbal di Indonesia.

Pengadilan Inggris telah menjatuhkan sanksi denda hingga US$ 12,7 juta karena produsen zat tambahan bahan bakar tetraethyl lead (TEL) itu terbukti menyuap sejumlah pejabat migas Indonesia hingga US$ 8 juta. Suap itu diberikan agar Indonesia menunda penerapan bensin bebas timbal yang mestinya sudah dilakukan sejak tahun 1999.

Lantas bagaimana sebenarnya proses penghapusan bensin bertimbal di tanah air? Mantan Direktur Pembinaan Usaha Hilir Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Erie Sudarmo pun membeberkan kronologisnya melalui keterangan pers yang dikutip detikFinance, Selasa (30/3/2010).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erie menyebutkan penghapusan bensin bertimbal yang dilakukan Departemen Pertambangan dan Energi dimulai dengan diterbitkan SK Menteri Pertambangan dan Energi  (MPE) No : 1585K/32/M.PE. 1999 tentang Persyaratan Pemasaran Bahan Bakar Jenis Bensin dan Solar. SK ini diterbitkan pada 13 Oktober 1999.

Keputusan tersebut pada pokoknya menetapkan bahwa pemasaran bahan bakar jenis Bensin di dalam negeri wajib memenuhi persyaratan tidak mengandung timbal atau senyawa timbal dan pelaksanaannya secara bertahap dengan target pelaksanaan sepenuhnya paling lambat tanggal 1 Januari 2003.

Untuk menindaklanjuti SK tersebut, pada 1 Desember 1999 dibentuk Tim Pengkaji Pelaksanaan Pemasaran Bahan Bakar Jenis Bensin dan Solar melalui  SK Direktur Jenderal Migas (DJM) No. 126K/34/DJM/ 1999.

"Salah satu tugas pokok Tim adalah melaksanakan penyiapan tahapan penghapusan timbal dalam bensin dengan memperhatikan kemampuan kilang minyak Pertamina dan pembiayaan seminimal mungkin," ujar Erie yang saat ini masih anggota Komite BPH Migas.

Dukungan untuk pemasaran Bensin Tanpa Timbal (BTT) paling lambat 1 Januari 2003 disampaikan Menteri Lingkungan Hidup pada 18 Januari 2000. Menteri LH  menilai keputusan yang diterbitkan oleh MPE harus segera ditindaklanjuti dengan pentahapannya dan untuk mengikat komitmen pentahapan tersebut perlu dibuat SKB tiga menteri.

Pada 20 Maret 2000, Sekretaris Jenderal Departemen Pertambangan dan Energi (DPE) atas nama MPE menyampaikan surat No. 1024/95/SJN. T/2000 kepada Kepala Bappenas perihal penghapusan bensin bertimbal.

Isi surat antara lain, penurunan kandungan timbal dalam bensin dilakukan secara bertahap berdasarkan kemampuan teknis kilang minyak Pertamina dan pembiayaan seminimal mungkin (least cost approach), usulan Proyek Langit Biru (PLB) oleh Pertamina senilai US$ 193,9 juta telah masuk dalam 'Blue Book' Bappenas sejak 1996 hingga 1999, namun hingga saat itu belum ada peminat yang serius.

Dalam usulan itu disebutkan tanpa membangun PLB, untuk memenuhi bensin tanpa timbal diperlukan impor high octane mogas component (HOMC) cukup besar yakni pada tahun 2003 sebesar 60,24 MBCD. Untuk itu diharapkan dukungan Bappenas agar PLB dapat terealisir dengan dana lunak dari negara donor.

Setelah itu, Meneg LH menyampaikan surat No.B-722/BAPEDAL/ 04/2000 kepada Kepala Bappenas dengan memberikan dukungan sepenuhnya rencana pembangunan Reformer, Isomerisasi dan Revamping Reformer Kilang Cilacap sebagai upaya untuk menurunkan kandungan timbal di DKI Jakarta dan kota besar lainnya.

Kemudian, Menteri Pertambangan Energi menyampaikan surat kepada Menko EKUIN untuk melaporkan tentang pendanaan Proyek Reformer, Isomerasi di kilang Balongan dan revamping reformer di kilang Cilacap pada 26 Juni 2000.

Pada 16 Januari 2001, Dirjen Migas melaporkan kepada Menteri ESDM tentang hasil diskusi dengan LSM (WALHI, KPBB & YLKI) dan Gaikindo di DKPP yaitu secara operasional Pertamina dapat menyediakan Bensin Tanpa Timbal (BTT) untuk DKI Jakarta.

Dalam laporan tersebut, Dirjen Migas juga menyampaikan adanya tambahan biaya untuk  tambahan biaya untuk penyediaan BTT yaitu sebesar  Rp. 71 – 120/liter untuk BTT atau  Rp. 55 – 93/liter BTT (jika menggunakan MMT). Ada 2 opsi pembebanan tambahan biaya yaitu kepada Pemerintah atau Masyarakat.

Menanggapi laporan tersebut, pada 7 Februari 2001, Menteri ESDM menyatakan mulai 1 Juli 2001 wilayah Jakarta Bebas Timbal sebagai pilot project. Dengan pengganti TEL sepenuhnya digunakan HOMC yang tidak memiliki risiko lingkungan.  Selain itu, ia juga meminta agar penggunaan octane booster sebagai pengganti TEL perlu diteliti lebih dahulu.

Sementara tambahan biaya yang diperlukan untuk penyediaan BTT akan ditanggung oleh Pertamina. Namun hal itu tidak begitu saja disetujui oleh Pertamina. Hal ini ditunjukkan dengan adanya surat tertanggal 25 Mei 2001 yang disampaikan Dirut Pertamina kepada Menteri Keuangan. Dalam surat tersebut Dirut Pertamina meminta persetujuan biaya yang timbul akibat pelaksanaan Jakarta bebas timbal mulai 1 Juli 2001 dimasukkan ke dalam biaya BBM.

Meskipun masalah tambahan biaya atas  pengadaan BTT tersebut masih dalam perdebatan, tapi sesuai rencana pada 1 Juli 2001, Departemen ESDM meluncurkan bensin tanpa timbal di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

Kemudian dilanjutkan  di wilayah Cirebon dan sekitarnya pada 2 November 2001. Untuk mendukung kesuksesan program ini, mulai 18 Desember 2002 disusun rancangan SKB 3 Menteri (Menkeu, MESDM dan Meneg LH) tentang Persyaratan Kualitas Bahan Bakar Jenis Bensin dan Minyak Solar untuk Pemasaran Dalam Negeri yang telah ditandatangani oleh Menteri ESDM dan Meneg LH.

Namun, rancangan SKB tersebut masih belum ditandatangani oleh Menteri Keuangan karena masalah penghapusan TEL yang terkait dengan besaran subsidi BBM jenis Bensin Premium (dengan timbal dan tanpa timbal) sesuai dengan spesifikasi yang berlaku saat ini.

Pada 15 November 2002, Kementerian LH menetapkan menargetkan penghapusan timbal dalam bensin di Bali bisa terealisasi pada Januari 2003, diikuti Batam pada Juni 2003, Surabaya dan Semarang pada Agustus 2003.

Sementara untuk penghapusan penggunaan timbal dalam bensin di seluruh tanah air bisa selesai  pada Juni 2005.

Meskipun sedikit molor, pencanangan bensin tanpa timbal di wilayah Bali  baru dilakukan pada 2 Februari 2003 dan 23 Juni 2003 di Batam.

Sementara untuk pekerjaan EPC proyek langit biru Balongan oleh PT Rekayasa Industri telah dimulai pada 17 Maret 2003 dan diperkirakan selesai pada Juni 2005. Sedangkan untuk proyek langit biru Cilacap, BUMN Migas tersebut memilih menundanya  dengan pertimbangan prioritas investasi didasarkan atas return yang baik.

Pada 23 Februari 2005, dalam tahun anggaran 2005 PT Pertamina (Persero) merencanakan menyediakan bahan bakar jenis Ron 88 dengan pola yaitu penggunaan Octane Booster 1,72 ton/hari dan HOMC 33.000 bbl/hari

untuk Jawa, Bali dan Batam (8,03 juta KL) serta penggunaan TEL 0,7 cc/USG untuk diluar Jawa, Bali dan Batam (7,17 KL). Hal ini tertuang dalam Surat Pertamina kepada Menteri BUMN No. 197/C00000/2005.

Erie menambahkan, pelaksanaan SK  No. 1585K/32/MPE/ 1999 memang tidak berjalan dengan lancar. Ini terbukti dengan adanya dua surat somasi yang diajukan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 7 Maret 2005 dan 7 April 2005.

(epi/qom)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads