"Itu dari sisi sosialnya, supaya kalau ada pemahaman bersama dari kita semua, tentunya antrean ini bisa dipahami. Artinya kalau kita tidak mau ngantre ya kita isi BBM yang non subsidi," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina, M Harun di Gedung Patra Jasa, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (20/9/2010).
Harun kembali mengatakan, pembatasan BBM bersubsidi harus dilakukan karena jatah premium dan solar diproyeksikan akan habis pada awal November mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti Petronas yang jual BBM bersubsidi di Medan, itu kalau kuota bulan ini habis, dia akan tutup SPBU-nya, dia tidak jual. Tetapi dia tutup ini juga sebagai solusi karena tidak akan melampaui batas. Orang lari ke SPBU Pertamina. Kita kan tidak mungkin seperti itu," paparnya.
Harun mengakui perseroan telah mendapatkan surat penugasan dari Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) untuk segera mengambil langkah-langkah tertentu dalam rangka menghemat konsumsi premium dan solar yang diperkirakan akan habis pada awal November mendatang.
Salah satu yang ditugaskan BPH Migas kepada Pertamina yaitu melakukan penataan dispenser SPBU. Penataan ini dilakukan tiga cara. Pertama, memperbanyak dispenser BBM non subsidi dan mengurangi dispenser BBM subsidi terutama di daerah elite, jalan protokol, jalan tol dan daerah yang dianggap perlu secara bertahap.
Kedua, memisahkan jalur dispenser BBM subsidi dengan dispenser BBM non PSO. Dan terakhir, memisahkan jalur dispenser untuk sepeda motor dan mobil.
"Untuk Jalan tol. rencananya akan diterapkan di semua jalan tol, jagorawi, Jakarta Cikampek. Yang pasti sekitar Jabodetabek dulu," paparnya.
Jika kuota tetap tidak mencukupi, dalam suratnya, BPH Migas meminta Pertamina agar tidak melayani penjualan BBM subsidi untuk kapal pesiar, special cargo (kecuali untuk kebutuhan pokok) dan kapal untuk penunjang bukan usaha kecil.
Pertamina juga diminta tidak melayani kendaraan bermotor atau alat berat yg digunakan untuk menunjang kegiatan industri, pertambangan, pembangkit listrik, proyek konstruksi, peti kemas, kehutanan dan perkebunan yang dapat dikatagorikan sebagai bukan usaha kecil.
Perlakuan serupa juga diberlakukan kepada Kereta api yang mengangkut hasil kegiatan industri, pertambangan, pembangkit listrik, proyek konstruksi, peti kemas, kehutanan dan perkebunan yang dapat dikategorikan sebagai bukan usaha kecil.
Tidak hanya itu, Pertamina juga diminta untuk membatasi pembelian BBM PSO untuk kapal nelayan maksimal 25 kiloliter per bulan yang diambil tiap bulan dan tidak boleh diambil sekaligus lebih dari 1 bulan.
"Surat dari BPH Migas kita terima Jumat pekan lalu," katanya.
(epi/qom)