"Saat ini sudah ada 14 KAPET. Ada Rp 27,5 triliun atau 3,41% dari total realisasi investasi nasional dalam periode 2005-2010," ujar Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Gita Wirjawan dalam Rapat dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (23/2/2011).
Menurut Gita, dari sebanyak 14 KAPET itu hanya 3 kawasan yang mampu menarik investasi cukup besar. Diantaranya Kalimantan Timur sebesar Rp 11 triliun, Kalimantan Selatan sebesar Rp 3 triliun, dan Manado sebesar Rp 3 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gita menyatakan pihaknya telah mengembangkan beberapa fasilitas kemudahan berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 147. Pertama, pengurangan pajak
penghasilan sebesar 30 persen selama 6 tahun dan 5 persen per tahun.
Kedua, pilihan untuk amortisasi yang dipercepat. Ketiga, kompensasi kerugian fiskal, paling lama 10 tahun. Keempat, pengenaan pajak dividen 10%, atau lebih rendah. Selain itu, adanya Pelayanan Terpadu satu Pintu (PTSP)
"BKPM juga sudah memberikan PTSP. Saat ini beberapa Pemda sudah membentuk PTSP. Menurut kami, untuk memudahkan pelayanan, pemda perlu menerapkan PTSP di
wilayah Kapet. BKPM dalam kegiatan promosi memberikan peluang kepada kepala daerah untuk menjadi kepala Badan Pengurus KAPET," ujarnya.
Namun sayangnya, lanjut Gita, meskipun sudah disediakan fasilitas tersebut, rupanya belum menarik minat investor untuk menanamkan modalnya ke KAPET Indonesia.
"Meskipun sudah disediakan, tapi belum mendorong minat investor masuk ke KAPET," keluhnya.
Menurut Gita, hal tersebut terjadi karena adanya beberapa faktor penghambat, seperti lokasi dan cakupan wilayah KAPET yang belum mencerminkan pertumbuhan ekonomi secara nasional.
"Beberapa wilayah terlalu luas sehingga kurang efektif. Kapet yang lebih dari 1 kabupaten/kota membutuhkan koordinasi lebih
intensif," jelasnya.
Selain itu, lanjut Gita, minimnya ketersediaan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, air bersih adalah prasyarat dasar yang masih terbatas. "Pembangunan saat ini masih sektoral," ujarnya.
Dikatakannya adanya ketidakjelasan struktural antara Badan Pengurus KAPET dengan Pimpinan Daerah juga menjadi kendala termasuk minimnya promosi karena terbatasnya anggaran.
"Dalam Kepres menyatakan bahwa Gubernur sebagai Ketua BP KAPET, tapi tidak menjelaskan hubungan institusi. Ada ketidakjelasan. Status BP Kapet belum jelas, kewenangan terbatas," tandasnya.
(nia/hen)