DPR Setujui Penghapusan Tunggakan KUT Rp 5,7 Triliun
Rabu, 19 Mei 2004 17:15 WIB
Jakarta - DPR RI pada prinsipnya menyetujui dihapuskannya tunggakan kredit usaha tani (KUT) sebesar Rp 5,7 triliun yang dikucurkan pada tahun 1998/1999 melalui pola chanelling. Namun persetujuan itu diberikan dengan catatan jika tunggakan itu memang benar-benar terjadi di tingkat petani. Untuk itu DPR tetap meminta adanya verifikasi atas tunggakan KUT tersebut.Hal ini disampaikan wakil Ketua Panitia Anggaran Paskah Suzetta dan Menkeu Boediono di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (19/5/2004)."Memang ada opsi-opsi untuk menyelesaikan tungakan ini. Namun Depkop harus melakukan verifikasi, jika sudah jelas mana yang disimpangkan. Prinsipnya DPR setuju jika utang KUT ke petani dihapuskan dengan catatan macetnya betul-betul di tingkat petani," kata Paskah. Rapat konsultasi yang juga dihadiri Deputi Gubernur BI Maulana Ibrahim, belum merumuskan batas waktu dilakukan verifikasi tersebut. Yang pasti dari Rp 5,7 triliun, yang menjadi beban pemerintah mencapai Rp 3,008 triliun (52,25 persen), BI Rp 264,1 triliun (24,75 persen) dan Perum Sarana Pengusaha Indonesia Rp 287,8 miliar (5 persen). Pemerintah, kata Menkeu, akan menindaklanjuti hasil konsultasi itu untuk memilah-milah mana tunggakan KUT yang bisa dihapuskan dan mana yang tidak, termasuk dikurangi pada bagian-bagian tertentu. Sebelumnya BI meminta agar tunggakan KUT itu terlebih dulu di-risk sharing mengingat seharusnya tunggakan itu sudah di-risk sharing pada 2002. Namun hingga kini belum dapat dilakukan karena Depkeu belum menyediakan anggarannya di APBN. BI mengusulkan pemerintah melakukan kesepakatan dalam penyelesaian risk sharing. Dan Depkeu meminta dukungan DPR agar tidak mendapat masalah dalam penyediaan APBN di kemudian hari. Bila hal ini selesai, BI akan menghibahkan dana yang menjadi porsinya sebesar 42,57 persen kepada pemerintah dengan persetujuan DPR, namun sebelum hal itu dilakukan menurut Maulana, BI minta BPK melakukan audit atas tunggakan itu serta meminta pemerintah menerbitkan surat utang jangka panjang senilai Rp 3,008 triliun. "Jadi surat utangnya, seperti surat utang yang lain yaitu berjangka panjang, Itu kan menjadi portofolio neraca BI sebagai hak tagih BI kepada pemerintah," demikian Maulana.
(nit/)