Aspidi Minta Pemerintah Buka Impor Daging AS
Sabtu, 29 Mei 2004 13:21 WIB
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) meminta kepada pemerintah untuk membuka kembali keran impor daging dari AS agar harga daging impor bisa diturunkan di tingkat konsumen, sehubungan dengan telah hilangnya penyakit sapi gila. Pasalnya, saat ini importir umumnya mengimpor daging dari Australia dan Selandia Baru. Padahal, daging impor dari kedua negara tersebut jauh lebih mahal dibandingkan daging dari AS. Demikian diungkapkan oleh Ketua Umum Aspidi Thomas Sembiring, dalam diskusi yang berlangsung di Mario's Place Kuningan Jakarta, Sabtu,(29/5/2004).Aspidi menurutnya, sudah mengajukan proposal tersebut kepada Ditjen Peternakan, namun kemungkinan pembahasan mengenai hal tersebut baru akan dilakukan minggu depan. Alasan Aspidi meminta impor daging dari AS dibuka karena kasus sapi gila di negara tersebut hanya satu kali itu pun kasus yang terjadi di Kanada."Jadi sampai saat ini belum ada lagi kasus daging yang merebak di AS. Padahal beberapa negara sudah membuka kembali impor dagingnya dari AS. Kita harap ini bisa terealisir karena selisih harga daging AS dengan Australia cukup tinggi," kata Thomas.Pembahasan mengenai diijinkan atau tidaknya impor daging AS akan dibicarakan di crisis center yang ada di Ditjen Peternakan, yang terdiri dari sejumlah pejabat berwenang dan pakar-pakar dari perguruan tinggi.Sedangkan Dokter Hewan Mangku Sitepoe di tempat yang sama menegaskan, sebetulnya diperbolehkan atau tidak impor daging dari satu negara yang pernah terkena kasus sapi gila hanya bisa ditentukan oleh organisasi kesehatan hewan sedunia (OAE). Mengingat organisasi itu (OAE) akan mengidentifikasikan apakah negara yang bersangkutan memang sudah bebas dari penyakit sapi gila atau tidak. OAE pada Mei ini sudah menggelar sidang yang akan memutuskan apakah bisa mengubah ketentuan tersebut. Dijelaskan Mangku, berbahaya atau tidak impor daging asal AS dan India tidak bisa dilihat dari sisi kesehatan saja, tapi juga isi peraturan. "Kalau peraturan belum membolehkan tentu harus diikuti," katanya.Menurut Mangku, dari sisi kesehatan untuk daging yang terkena penyakit mulut dan kuku masih bisa dikonsumsi setelah dimasak dengan tingkat didih diatas 80 derajat celsius. Namun untuk penyakit sapi gila, menurut Mangku, jelas-jelas tidak bisa dikonsumsi karena akan menyebabkan kematian. Mengingat dimasak dengan tingkat panas berapapun virus tersebut tidak akan mati. Bantah Terlibat Impor Daging IlegalThomas juga menegaskan, bahwa dari penelusuran yang dilakukan Aspidi terhadap anggotanya ternyata tidak satupun yang terlibat impor daging ilegal yang kini marak kembali.PT CTU yang diketahui mengimpor daging ilegal sebanyak 22 kontainer, menurutnya bukan anggota Aspidi. "Dari hasil penelusuran terhadap anggota Aspidi yang berjumlah 47 perusahaan, meski yang aktif hanya 30 saja, tidak ada inisial PT CTU. Saya berani bilang itu bukan anggota Aspidi," katanya.Diakui Thomas, sulit membuktikan apakah ada anggota Aspidi yang juga bermain dalam kasus tersebut dengan menggunakan bendera lain di luar perusahannya yang terdaftar dalam Aspidi.Anggota Aspidi menurut Thomas, selama ini memiliki kerja sama dengan Ditjen Peternakan Deptan, dimana konsekuensinya jika melakukan pelanggaran akan terkena sanksi dari organisasi yakni tidak diperbolehkan lagi melakukan impor dari luar negeri.
(ir/)