"Jadi apa di re-ekspor atau dimusnahkan. Jadi perlu dihabisi adalah mafia SPP. Pemerintah harus tegas," kata anggota komisi IV DPR-RI Rosyid Hidayat di acara raker dengan Kementan dan Kemenkeu dengan Komisi IV DPR-RI, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2011).
Ia juga mengatakan ketegasan pemerintah sangat penting agar masalah ini tak melebar dan tidak jelas ujung pangkalnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu anggota Komisi IV lainnya Anton Sihombing mengatakan masalah daging ini bukan masalah sekarang. Pada 2003 pernah terjadi hal serupa namun tidak diributkan.
"Dulu SPP lima, yang dimasukkan bisa 20 kali. Fotokopi SPP pun bisa jalan. Jadi yang penting kalau diputuskan harus dilakukan. Kita ini ketiban kontainer ilegal," katanya.
Beberapa anggota DPR lainnya juga sepakat meminta ketegasan pemerintah dengan mendesak agar ratusan kontainer daging itu dimusnahkan saja atau dikembalikan ke negara asal.
"Sikap dari badan karantina, menurut UU 16/1992, apabila tiga hari belum ada data, bisa re-ekspor. Tadi disebutkan sejak Januari tidak ada data, kenapa tidak dilakukan reekspor?. Tapi badan karantina tidak melakukan hal itu. Perlu ada kesimpulan terhadap 148 kontainer, agar re-ekspor atau dimusnahkan saja," seru Viva Yoga Mauladi politisi dari Fraksi PAN,
Ia menambahkan saat ini pemasukan daging impor masih begitu tinggi. Padahal pemerintah menargetkan swasembada daging di 2014, yang konsekuensinya adalah pengurangan impor daging secara bertahap.
"Dengan kondisi ini, saya pesimis sekali. Tata kelola daging impor ini banyak moral hazard, akibatnya berdampak pada peternak lokal," katanya.
Di tempat yang sama Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Prabowo Respatiyo Caturros mengatakan kebutuhan daging di 2011 sebesar
510 ribu ton.
"Namun masih ada kurang 74 ribu ton yang mana mesti diimpor," ujarnya.
Menurutnya, Impor daging dan bakalan sapi potong pada dasarnya untuk mencukupi kekurangan daging dalam negeri. Dikatakan Prabowo, walaupun ada impor pemerintah wajib menjaga iklim usaha peternakan sapi potong dalam negeri.
"Di samping menjaga iklim yang kondusif, pemerintah juga wajib jaga kestabilan harga dengan mengendalikan keseimbangan supply and demand," tambahnya.
Untuk mengontrol kebutuhan daging, Probowo mengatakan Surat Persetujuan Pemasukkan (SPP) digunakan sebagai instrumen kontrol supply and demand daging dan sapi potong dalam negeri akan diganti.
"Seluruh SPP yang sudah dikeluarkan oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 2011 akan dinyatakan tidak berlaku mulai 31 Maret 2011. Sisa realisasi SPP tahun 2011 (Januari-Maret) dapat diajukan untuk memperoleh SPP periode 1 April-30 Juni 2011 dengan prosedur baru, dan dimungkinkan untuk minta penambahan volume sepanjang tidak melebihi alokasi pemasukan daging dan jeroan yang telah ditetapkan," paparnya.
Dikatakan Prabowo, Menteri Pertanian akan memberikan rekomendasi teknis pemasukan daging dan jeroan, sehingga istilah surat persetujuan pemasukkan (SPP) diganti dengan surat rekomendasi pemasukkan (SRP).
(hen/dnl)