Hal tersebut disampaikan Hidayat usai acara peresmian Pabrik Industri Hilir Kelapa Sawit PT SMART Tbk, di Kawasan Industri Marunda, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (30/3/2011).
"Perluasan inpres 62, kalau BK itu bukan pajak itu alat pengendali dan itu fleksibel, bisa direview, bisa dikurangi, kemarin saya bicarakan di Bogor, hasil BK CPO maupun kakao terutama CPO itu dipikirkan agar semuanya tidak dimasukkan ke kas negara tapi dipikirkan untuk pembangunan infrastruktur, pembinaan petani, melakukan pembibitan," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu belum disetujui karena UU-nya masih menyebutkan harus masuk ke kas negara, semua aturan kan bisa (diubah) termasuk undang-undang bisa diubah yang nggak bisa diubah kan Al Quran," pungkasnya.
Sebelumnya Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad mengatakan pihaknya mendesak agar ada pengembalian langsung dari pajak ekspor CPO terhadap petani sawit. Dana pajak ekspor itu sangat dibutuhkan untuk pengembangan pabrik pengolahan sawit rakyat, yang hingga kini belum dimiliki para petani sawit yang memiliki 3,2 juta hektar lahan sawit.
"Perlu investasi, kita minta dari bea keluar ekspor sawit, maksudnya bukan dikasih begitu saja, tapi dipinjamkan lah," ujarnya.
(nia/hen)