Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Sumatera Utara Laidin mengatakan jika penghentian ekspor sapi bakalan Australia hanya mencapai 6 bulan, pasokan daging sapi lokal masih bisa menutupi kebutuhan dalam negeri.
"Sapi lokal kalau 6 bulan masih bisa mendukung, masih banyak lah," katanya kepada detikFinance, Rabu (8/6/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau berlanjut maka swasembada daging tahun 2014 akan berat, kalau 6 bulan masih bisa. khusus Sumatera masih bisa," katanya.
Dihubungi terpisah Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian Prabowo Respatiyo Caturroso mengatakan kejadian ini menjadi momen pemerintah untuk menggenjot produksi sapi lokal. Ia berjanji akan menindak secara tegas bagi para pelanggar yang melakukan pemotongan sapi betina produktif yang selama ini masih saja terjadi. Sapi betina produktif sangat penting untuk menjamin kelanjutan produksi sapi lokal.
"Kita sekarang bagaimana memikirkan melindungi terhadap pemotongan sapi betina, itu harus ditindak tegas," kata Prabowo.
Mengenai pemotongan sapi betina produktif, peneliti utama Puslitbang Peternakan Kementerian Pertanian Kusuma Diwyanto seperti dikutip dari situs kementerian pertanian mengatakan berdasarkan survei di salah satu rumah potong hewan (RPH) resmi dijumpai bahwa 95% sapi yang dipotong setiap harinya adalah betina, sebagian besar adalah betina muda, dan di antaranya adalah sapi betina dalam kondisi bunting.
Secara nasional, diperkirakan sekitar 150-200.000 ekor sapi betina produktif dipotong setiap tahunnya. Jumlah ini sangat besar dan patut diduga akan mengganggu populasi dan produksi daging yang berasal dari sapi lokal.
Pemotongan sapi betina produktif sejak jaman Hindia Belanda telah dilarang. Pelarangan tersebut juga diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Namun larangan tersebut tidak dikenai sanksi, sehingga implementasinya di lapang tidak efektif.
Selanjutnya, setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tanggal 4 Juni 2009, Indonesia mempunyai landasan hukum yang lebih kuat untuk mencegah pemotongan sapi betina produktif. Orang yang melanggar larangan ini diancam Sanksi Administratif berupa denda sedikitnya Rp. 5 juta, dan Ketentuan Pidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 bulan (Pasal 85 dan Pasal 86).
"Akan tetapi kenyataan di lapang menunjukkan bahwa pemotongan sapi betina produktif masih banyak terjadi, dan sulit dikendalikan," kata Kusuma.
Kusuma menjelaskan selama ini banyak sapi betina produktif dipotong karena berbagai alasan. Diantaranya demi mencari keuntungan jangka pendek sebesar-besarnya. Beberapa alasan itu antaralain sulit mencari sapi kecil untuk dipotong, di lokasi setempat semua sapi jantan sudah diantar pulaukan atau dibawa ke kota besar, harga sapi betina lebih murah dibanding sapi jantan dengan ukuran yang sama.
Ia juga mencatat pengawasan dari petugas sangat lemah, tidak ada kesadaran untuk menyelamatkan populasi dan jagal tidak paham bila hal tersebut melanggar undang-undang dan peternak akan menjual apa saja termasuk sapi betina produktif bila memerlukan uang tunai.
(hen/ang)