"Parkir itu fasilitas gedung, bukan fasilitas publik. Ini kan pelayanan untuk pemilik mobil, masak nggak mau bayar. Memang parkir tidak boleh ambil untung, tapi jangan merugi," ungkap Penasihat Asosiasi Pusat Belanja Indonesia (APPBI), DPD DKI Jakarta, Andreas Kartawinata di Senayan City, Jakarta, Jumat (16/9/2011).
Menurutnya, ada pola pikir keliru di masyarakat soal perpakiran. Selama ini masyarakat berpikir parkir sama dengan fasilitas publik lain, seperti angkutan umum. Bahwa semakin murah fasilitas pulik, termasuk parkir, maka dianggap baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dikabarkan sebelumnya, pemilik pusat perbelanjaan terus mengalami kerugian dengan panetapan tarif parkir mobil yang berlaku saat ini Rp 2.000 per jam. Mereka menghendaki kenaikan tarif parkir menjadi Rp 5.000 per jam.
Penyesuaian tarif, lanjutnya, sangat sesuai karena memperhitungkan biaya pembangunan yang terus naik, juga inflasi yang terus terjadi setiap tahun sekitar 10-11%. Pemda harus melakukan peninjauan kembali tarif parkir yang telah berlaku salam tujuh tahun.
"Sesuai dengan Perda No.5 Tahun 1999, tarif parkir selambat-lambatnya dapat ditinjau kembali setelah dua tahun. Pengatur kebijakan agar lebih sensitif secara makro. Sehingga kami bersama-sama dapat mendukung kenyamanan hidup di kota Jakarta," ucap Ketua APPBI, Handaka Santosa.
Kenaikan parkir, pemilik mal pun berjanji meningkatkan perlindungan hak konsumen, seperti kehilangan di area parkir. "Kami mencermati berbagai hal berkaitan dengan perlindungan hak konsumen, seperi masalah kehilangan. Hal ini tentu harus ditangani secara bijak oleh para pengelola gedung, sehingga hak konsumen dapat tetap dilindungi," tegas Handaka.
(wep/qom)