Demikian laporan 'Doing Business 2012: Doing Business in a More Transparent World' yang dirilis Bank Dunia, seperti dikutip dari situsnya, Kamis (20/10/2011).
Sementara Indonesia berada di posisi 129, turun dibandingkan survei Doing Business 2011 yang berada di peringkat 126. Untuk pemeringkatan tersebut, Bank Dunia mengumpulkan informasi dari perubahan di sisi hukum, prosedur administratif dan hambatan saat meluncurkan atau melakukan ekspansi bisnis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Negara-negara yang dianggap mengalami perbaikan dari sisi kemudahan berbisnis di semua lini aturan yang digunakan dalam laporan ini adalah Maroko, Moldova, eks Republik Yugoslavia Macedonia, Sao Tome and Principe, Latvia, Cape Verde, Sierra Leone, Burundi, Kepulauan Solomon, Republik Korea, Armenia dan Kolombia. Dua pertiga dari kelompok tersebut merupakan negara-negar adengan pendapatan lebih rendah
Sementara negara-negara Afrika berada di peringkat bawah untuk tempat-tempat terbaik berbisnis, meskipun Bank Dunia melihat adanya upaya untuk perbaikan. Chad berada di peringkat paling bawah, ditemani oleh 4 negara miskin lainnya yakni Eritrea, Timor Timur, Republik Demokratik Kongo dan Republik Afrika Tengah.
Laporan 'Doing Business 2012' ini menilai pengaruh aturan terhadap perusahaan-perusahaan domestik di 183 dan memberikan menata negara-negara dalam 10 area regulasi bisnis seperti permulaan bisnis, memecahkan kebuntuan, perdagangan lintas batas. Laporan tahun ini dibuat dengan menggunakan data dari Juni 2010 hingga Mei 2011.
"Pada saat ketika pengangguran tetap ada dan kebutuhan untuk penciptaan lapangan kerja ada di tajuk utama, pemerintahan di seluruh dunia terus mencari jalan untuk memperbaiki iklim peraturan bagi pebisnis domestik. Pebisnis kecil dan menengah yang mendapatkan keuntungan terbesar dari perbaikan ini merupakan kunci dari mesin penciptaan tenaga kerja di beberapa bagian negara di dunia," ujar Augusto Lopez-Claros, Direktur Global Indikator dan Analisis Bank Dunia.
Akibat dengan krisis ekonomi dan finansial global, semakin banyak negara-negara yang memperkuat rezim ketikdamampuan membayar utang selama tahun 2010-2011 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebanyak 29 negara mengimplementasikan reformasi ketidakmampuan membayar utang, dibandingkan 16 pada tahun sebelumnya dan 18 pada 2 tahun sebelumnya lagi. Sebagian besar berada di Eropa bagian Timur dan Asia Tengah, atau negara-negara dengan pendapatan tinggi dan menjadi bagian Economic Co-operation and Development (OECD).
Data baru menunjukkan membaiknya akses terhadap informasi aturan bisnis dapat membantu para wirausahawan. Jadwal bonus dan permintaan dokumentasi paling mudah diakses di negara-negara OECD dan paling susah diakses di negara Sub-Sahara Afrika, Timur Tengah dan Afrika Utara. Namun demikian, penerapan prakarsa e-government terus meningkat.
"Lebih dari 100 negara menggunakan sistem elektronik untuk jasa mulai dari registrasi bisnis hingga kepabean hingga pendaftaran pengadilan. Ini menghemat waktu, uang untuk para pebisnis dan pemerintah. Ini juga memberikan kesempatan baru bagi meningkatnya transparansi," ujar Sylvia Solf, kepala penerbit laporan tersebut.
(qom/qom)











































