"Dengan target produksi 220 juta ton batu bara setiap tahun, royalti (ke negara) diprediksi mencapai Rp 6,6 triliun," kata Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, kepada wartawan di Hotel Bumi Senyiur, Jl Pangeran Diponegoro, Samarinda, Sabtu (12/5/2012) sore WITA.
Awang menjelaskan, di Kaltim, kegiatan pertambangan terdiri dari 33 izin kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang dikeluarkan pemerintah pusat serta 1.386 perusahaan yang mengantongi surat Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari kepala daerah yang dahulu bernama Kuasa Pertambangan (KP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, Awang mengaku telah mengusulkan kepada Kementerian Energi Sumber Daya Alam, agar pemerintah mengeluarkan kebijakan membatasi target produksi batu bara dari 220 juta menjadi 150 juta ton.
Menurut dia, Kaltim ingin tetap menjaga daya dukung lingkungan di daerah, yang setiap hari kian mengkhawatirkan. Selain itu, juga untuk menambah usia potensi pertambangan batubara di Kaltim.
"Saya sudah sampaikan usulan pembatasan produksi itu kepada Menteri ESDM. Saya yakin, usulan kita terkait pembatasan akan diperhatikan," sebut Awang optimistis.
"Saya sudah menghitung, daya dukung lingkungan dengan target produksi batubara tahun 2012 ini 220 juta ton, sebanyak 2,6 miliar meter kubik tanah yang di dikeruk," tambahnya.
Dari pantauan udara yang dilakukan tim teknis lintas instansi di lingkungan Pemprov Kaltim, terdapat sekitar110 lubang galian tambang batubara yang menganga. Awang menyorot kota Samarinda, sebagai Ibu Kota Provinsi Kaltim, akibat kegiatan pertambangan batubara.
"Kerusakan lingkungan kita luar biasa. Lubang-lubang lebih dari 110 lubang. Data per-kabupaten, per-kecamatan, saya ada. Kota Samarinda rusak seperti Bangka Belitung dengan timah. Samarinda rusak karena batubara," terangnya.
"Untuk menyelamatkan lingkungan, pembatasan produksi batubara 150 juta ton per tahun, akan menjaga daya dukung lingkungan dan potensi tambang yang panjang," tutupnya.
(ang/ang)